TEMPO.CO, Leeds - Tempo berkesempatan melakukan review Game Kingdom Hearts III. Rumit adalah kata yang tepat untuk menggambarkan franchise Kingdom Hearts, hasil kerjasama pengembang seri Final Fantasy, Square Enix, dengan Walt Disney. Bagaimana tidak, franchise tersebut memiliki kisah yang begitu ruwet dan berantakan, mendobrak batas waktu serta ruang, hingga 13 game saja tak cukup untuk menjelaskan semuanya. Menurut Tempo, hanya orang yang sabar dan berdedikasi tinggi mampu memecahkan semua untaian kisah besar seri game yang tahun ini berusia 17 tahun itu.
Baca juga: Review NBA 2K19: Memasuki Level Baru NBA
Seri Terakhir yang Bikin Puas Lahir Batin
Kingdom Hearts III. (Disney Pixar)
Tahun ini, setelah penantian selama 14 tahun dan 10 game sampingan, akhirnya Square dan Disney merilis game yang diklaim sebagai seri penutup, Kingdom Hearts III. Sang sutradara, Tetsuya Nomora, dalam berbagai kesempatan berjanji bahwa para fans setia Kingdom Hearts akan menemukan kepuasan lahir batin dengan seri terakhir ini. Kepuasan tersebut mulai dari berakhirnya keruwetan kisah Kingdom Hearts hingga gameplay yang memanjakan mata.
Pertanyaannya sekarang, apakah benar? Menurut Tempo, Tetsuya tidak membuat klaim berlebihan. Kingdom Hearts III, yang mengeksploitasi penuh perpustakaan animasi Disney dan Role Playing Game (RPG) milik Square tersebut, memang game yang bisa dikatakan memuaskan. Gameplaynya ciamik, kisahnya pun membetot otak walaupun tetap tiada ampun bagi yang setengah-setengah mengikuti keseluruhan kisah Kingdom Hearts yang tersebar di berbagai platform mulai dari PlayStation 2 hingga smartphone.
Salah satu bukti tiada ampunnya Kingdom Hearts III bagi mereka yang tidak mengikuti kisahnya secara lengkap adalah setting waktu yang diambil. Kingdom Hearts III mengambil waktu beberapa menit setelah ending Kingdom Hearts: Dream Drop Distance yang dirlis untuk platform Nintendo 3DS 7 tahun lalu. Jika belum pernah memainkan game tersebut atau minimal mengikuti ceritanya, dijamin bertanya-tanya ketika memulai Kingdom Hearts III untuk pertama kalinya.
Baca juga: Review Game Detroit: Become Human Rasa Kemanusiaan ala Android
Selanjutnya: Pencarian Sora...