TEMPO.CO, Bandung - Dalam kurun tiga hari, 2-5 Februari 2019, gempa-gempa bermunculan di sekitar segmen megathrust atau gempa besar Mentawai. Lokasinya berada di perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera antara wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Kegempaan itu ada yang menduga hanya pembuka, menuju gempa utama yang lebih besar dan berpotensi tsunami.
Baca: Kaitan Gempa-gempa Perairan Barat Sumatera dengan Segmen Mentawai
Baca: NASA: Langka, Gempa Palu Sangat Cepat
Baca: Ini Penyebab Guncangan Akibat Gempa Nias Meluas
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, ada beberapa karakteristik gempa pembuka.
Gempa pembuka biasa terjadi pada zona dengan seismisitas rendah atau secara statistik kegempaan memiliki nilai b-value rendah. "Wilayah Mentawai tergolong memiliki tingkat aktivitas kegempaan yang relatif rendah," katanya, Selasa, 5 Februari 2019.
Karateristik berikutnya adalah adanya migrasi titik hiposenter (kedalaman) gempa yang semakin cepat menuju titik inisiasi lokasi estimasi gempa utama (mainshock). "Semakin mendekati waktu terjadinya gempa utama, maka aktivitas gempa pembukanya akan makin banyak," ujarnya.
Ciri lain adalah munculnya aktivitas gempa-gempa yang mirip atau disebut sebagai repeaters. Repeaters merupakan serangkaian gempa yang terus terjadi secara berulang-ulang di tempat yang relatif sama di suatu zona tertentu. Tempatnya dekat lokasi yang diperkirakan sebagai gempa utama.
Fenomena seperti itu menggambarkan adanya proses pembebanan (loading) yang semakin lama semakin intensif sebelum gempa utama terjadi. "Analoginya mirip kalau kita mematahkan sepotong kayu, secara perlahan-lahan ada retakan-retakan kecil di sekitarnya sebelum benar-benar patah," kata Daryono.
Kondisi Mentawai saat ini dinilainya belum menunjukkan ada tanda-tanda atau karakteristik gempa pembuka seperti itu. "Kita harus terus melakukan monitoring aktivitas gempa di Segmen Mentawai secara intensif."
Umumnya gempa kuat dengan magnitude lebih dari 8,0 hampir pasti dapat diamati gempa pembukanya. Sebagai contoh adalah gempa Tohuku M=9.1 pada 2011, gempa Chili M=8,8 pada 2010, dan gempa Chili M=8,1 pada 2014. Beberapa gempa dahsyat itu memiliki aktivitas gempa pembuka yang teramati dengan jelas tiga bulan sebelumnya.
Terkait meningkatnya aktivitas kegempaan pada Segmen Mentawai dan sekitarnya akhir-akhir ini, masyarakat diminta untuk tetap tenang dan waspada. Secara alamiah, gempa Mentawai suatu saat akan terjadi tapi entah kapan waktunya.
BMKG meminta masyarakat bersiap dan terus meningkatkan upaya mitigasi. Masyarakat juga harus mengerti bagaimana cara agar selamat saat terjadi gempa dan tsunami. "Jadikan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami, segera bergegas menjauhi pantai," ujarnya.