TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Vulknanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), menyatakan aktivitas Gunung Karangetang di Pulau Siau, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, sudah ditetapkan dalam status Siaga (Level III) yang ditunjukkan dengan guguran dan aliran lava.
Baca juga: Siaga, Aliran Lava Gunung Karangetang Hampir Mencapai Laut
PVMBG sejak 20 Desember 2018 menaikkan status aktivitas Gunung Karangetang menjadi Siaga (Level III). Daerah dalam radius 2,5 kilometer dari puncak kawah gunung tersebut, serta perluasan sektoral pada arah barat-barat laut sejauh 3 kilometer, dan arah barat laut-utara sejauh 4 kilometer.
Tempo berusaha merangkum fakta seputar Gunung Karangetang mulai dari karakteristik gunung, hingga jalur pendakian yang berubah. Berikut fakta tersebut seperti dilansir laman Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mileral:
1. Karakteristik gunung
Gunung Karangetang memiliki nama lain Gunung Api Siau. Terletak pada koordinat puncak 02.47 LU dan 125.24 BT, gunung tersebut memiliki beberapa kawah dengan nama, Kawah Utama atau (Kawah I), Kawah II, Kawah III, Kawah IV dan Kawah V.
Tipe gunung strato dengan kubah lava memiliki ketinggian 1.784 meter di atas permukaan laut. Kota terdekat dengan gunung tersebut adalah Manado, pos pengamatannya berada di wilayah administrasi Bukit Maralawa, Desa Salili, Kecamatan Siau Barat, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara.
2. Sejarah erupsi
Menurut catatan Gunung Karangetang pertama kali meletus pada 1675, pada saat itu terjadi erupsi eksplosif dari kawah utama. Erupsi Gunung Karangetang beberapa kali terjadi, tapi yang menimbulkan korban adalah, pada Oktober 1941, gempa bumi terjadi dan diikuti erupsi yang mengakibatkan seorang luka-luka. Pada Desember 1962, erupsinya membuat munculnya lahar dingin, mengakibatkan jalan rusak, 5 rumah hancur dan 5 lainnya rusak.
Pada April-Mei 1965, terjadi erupsi dengan semburan material pijar dan asap tebal setinggi 1000 meter, mengakibatkan 2 orang luka-luka. Erupsi disertai semburan juga terjadi pada Februari 1974, yang diikuti gempa tektonik dan longsor, dengan korban 3 orang meninggal.
Sedangkan pada September 1976, terjadi erupsi kecil, yang diikuti dengan leleran lava. Leleran lava tersebut berhenti pada 23 Oktober, mencapai panjang 7 kilometer dari pusat erupsi. Peristiwa tersebut mengakibatkan korban satu orang meninggal dan 1 orang luka-luka akibat tersembur awan panas longsoran lava pijar. Dan terjangan awan panas mengakibatkan 3 orang meninggal akibat erupsi pada Maret 1997.
Sebelum erupsi pada 5 Februari 2019, Gunung Karangetang mengalami erupsi terakhir pada Maret hingga Oktober 2010. Pada saat itu terjadi hujan abu, suara letusan beberapa kali, dan erupsi dengan asap hitam kelabu.
3. Punya ciri khas terjadinya erupsi
Sebagai gunung api yang sangat aktif, masa istirahat Gunung Karangetang sangat singkat, hanya berlangsung beberapa bulan kemudian kembali meningkat. Umumnya, kegiatan erupsinya dimulai dengan munculnya asap atau abu selama dua atau tiga bulan. Kemudian berlanjut ke erupsi magmatik yang diikuti lelehan lava.
Erupsi magmatik terkadang diikuti awan panas. Awan panas tersebut terjadi akibat menumpuknya lava di suati titik atau di ujung aliran karena faktor gravitasi. Lava di Gunung Karangetang hampir selalu mengalir meskipun beberapa waktu membangun kubah. Ciri khas dari Gunung Karangetang yang perlu dicatat adalah peran gempa tektonik yang besar dalam memonitor terjadinya erupsi.
4. Kondisi puncak berubah-ubah
Kondisi puncak sebelum 1992, puncak Gunung Karangetang tertinggi adalah lebih dari 1784 meter di atas permukaan laut. Pada 1993, erupsi 1992 berakhir dengan terbentuknya Kubah 1992, Kawah II masih tersisa dan puncak kubah melampaui puncak tertinggi Karangetang, diduga mencapai tinggi lebih dari 1820 meter dan menjadi puncak tertinggi.
Kondisi puncak pada Juni 2001, dinding utara Kawah IV runtuh (collapse) karena erupsi 25 Juni 2001. Sementara kondisi puncak pada Juli 2001, muncul kubah baru akibat bekas runtuhan 25 Juni dan disebut Kubah 2001.
5. Cara mencapai puncak
Sebelum 1980 pendakian puncak dimulai dari Kampung Tarorane, Ulu Siau, sebelah tenggara puncak. Jalur ini melewati Lembah Kali Kahetang. Namun, sejak lembah terisi lava dan dilanda lahar pada 1988, maka pendakian dilakukan dari arah barat daya, yaitu Desa Salili atau Beong mengikuti lembah barat dari punggung Arengkambing.
Jalur pendakian dari arah barat daya menjadi tertutup karena endapan lava yang mengalir pada 1992. Pada 1998 jalur pendakian baru dimulai dari Kampung Batubulan, arah utara puncak. Untuk mencapai Batubulan harus dengan naik perahu motor dari Ulu Siau selama 1 jam. Sedangkan pendakiannya sendiri diperlukan waktu selama 5 jam.
Simak kabar terbaru tentang erupsi Gunung Karangetang hanya di kanal Tekno Tempo.co
BADAN GEOLOGI KESDM | AHMAD FIKRI