TEMPO.CO, Jakarta - Pakar perkembangan politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo menjelaskan bahwa ada dugaan pemanfaatan aset penelitian untuk bisnis yang dilakukan oleh Kepala LIPI Laksana Tri Handoko. Itu yang menjadi salah satu alasan sejumlah peneliti minta Laksana Tri Handoko mengundurkan diri.
Baca juga: Peneliti LIPI Bergejolak, Menteri PANRB Bentuk Tim
"Gedung auditorium sekarang namanya LIPI Grand Ballroom, dan yang awalnya disewakan seharga Rp 7,5 juta sekarang sekitar Rp 200 juta," ujar Hermawan, saat menyatakan mosi tidak percaya bersama 65 profesor riset dan peneliti utama atas kepemimpinan Kepala LIPI, di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Februari 2019.
Menurut Hermawan, ketika 65 peneliti riset berkumpul, artinya pasti sedang terjadi masalah di LIPI. Kalau tidak bertindak, lanjut Hermawan, taruhannya adalah bagaimana LIPI ke depannya. LIPI merupakan payung akademik yang diharapkan dan sudah memayungi otoritas akademik yang lainnya seperti perguruan tinggi.
"Kami sudah tidak percaya dengan kepemimpinan Laksana Tri Handoko sebagai Kepala LIPI. Guna mencegah dampak kerusakan lebih lanjut, kami meminta kepada Presiden Republik Indonesia memberhentikan Laksana Tri Handoko dari jabatannya," tutur Hermawan.
Baca Juga:
Mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim menjelaskan bahwa selain masalah auditorium yang disewakan dengan harga mahal, Kebun Raya Bogor sekarang dijadikan sebagai tempat wisata. "Kebun raya dari jaman dulu itu adalah pusat riset, kita sebagai institusi keilmuan harus melawan jika pusat penelitian ingin dijadikan tempat wisata," kata Lukman.
Lukman menambahkan 73 persen yang datang ke kebun raya itu adalah pelajar yang ingin belajar. Selain itu, kata dia, kebun raya juga memiliki tujuan konservasi tumbuhan langka untuk selanjutnya ditanam kembali.
Baca juga: 65 Peneliti Utama LIPI Teken Mosi Tidak Percaya pada Kepala LIPI
Ketika dimintai konfirmasi, Handoko menjelaskan bahwa Informasi mengenai aset yang dibisniskan dan kebun raya Bogor bukan lagi lembaga riset, tidak sepenuhnya benar. Dia mengakui bahwa LIPI melakukan kerjasama pengelolaan dengan operator swasta berbasis pada regulasi yang ada.
"Ini semata upaya untuk mencari sumber pendanaan investasi tanpa memakai APBN, serta mereduksi biaya pemeliharaan," kata Handoko, melalui pesan singkat, Kamis malam. "Khusus untuk kebun raya Bogor, belum ada inisiatif kerjasama operator baru selain yang selama ini sudah berjalan sejak lama".
Menurut Handoko, kebun raya adalah lokasi lab dan penelitian, tapi tidak berarti semua hal harus berada dalam satu satuan kerja. Pasca reorganisasi, lanjut Handoko, satuan kerja yang menaungi Kebun Raya Bogor dibagi menjadi 2 satuan kerja. Pertama untuk penelitian di seluruh kebun raya LIPI, yaitu Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya.
"Dan yang kedua Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor yang mengelola pemeliharaan Kebun Raya Bogor," tutur Kepala LIPI Handoko. "Sehingga justru dilakukan penguatan atas ekosistem Kebun Raya Bogor".