TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksono Tri Handoko memberikan tanggapan atas permintaan pengunduran dirinya oleh 65 profesor riset dan peneliti utama LIPI. "Itu tidak sepatutnya dilakukan," ujar Handoko saat dihubungi Tempo, Kamis malam, 28 Februari 2019.
Sebelumnya, 65 profesor riset dan peneliti utama LIPI telah membuat pernyataan mosi tidak percaya atas kepemimpinan Laksono Tri Handoko yang dianggap membuat keputusan reorganisasi yang tidak tepat. Mereka membuat pernyataan disertai lampiran tanda tangan para profesor riset dan peneliti utama, yang intinya meminta Laksono Tri Handoko mundur dari jabatannya sebagai Ketua LIPI.
Baca juga: Dituduh oleh 65 Peneliti Menjual Aset, Ini Jawaban Kepala LIPI
Menanggapi mosi tak percaya itu, menurut Handoko, LIPI adalah lembaga akademis yang menjunjung tinggi kebebasan akademis berlandaskan pada etika ilmiah. Di lain sisi, kata Handoko, LIPI juga lembaga eksekutif pemerintahan yang mengacu pada regulasi dan etika Aparatur Sipil Negara bagi seluruh sivitasnya.
"Dalam konteks di atas, gerakan dan manuver dari sebagian kecil peneliti senior dan pensiunan peneliti LIPI tidak perlu dilakukan," tutur Handoko. "Apalagi saat ini Tim Penyelaras lintas kementerian sedang bekerja, sehingga sebaiknya seluruh pihak menunggu hasil kerja Tim yang dibentuk oleh KemenPAN-RB dan Kemenristekdikti itu," katanya.
Menurut petisi yang dibuat para peneliti LIPI, reorganisasi yang dilakukan Handoko tidak mempertimbangkan karakteristik masing-masing satuan kerja. Salah satu profesor di bidang geologi manajemen risiko bencana LIPI, Jan Sopaheluwakan, yang ikut menandatangani pernyataan mosi tidak percaya, menjelaskan bahwa penghapusan UPT melalui reorganisasi telah menghilangkan representasi di berbagai wilayah dan fungsi LIPI dalam memperkuat integrasi nasional.
Baca juga: 65 Peneliti Utama LIPI Teken Mosi Tidak Percaya pada Kepala LIPI
"Handoko terus memproduksi keputusan yang aneh. Kemarin misalnya, keluar keputusan mengenai penunjukan manajer pengawasan yang dibuat pada 7 Februari. Ini kan aneh karena kesepakatan (moratorium) tanggal 8, kok ada penunjukan manajer pengawasan tanggal 7-nya?" tutur Jan, di Gedung Widya Graha LIPI, Kamis, 28 Februari 2019.
Handoko membantah semua tuduhan itu. Dia menegaskan tidak pernah ada kesepakatan sejak awal untuk moratorium. "Karena saya tidak dalam posisi untuk melakukan moratorium. Itu (kebijakan reorganisasi) adalah produk hukum yang ditetapkan tidak hanya oleh Kepala LIPI," kata Handoko.
CATATAN KOREKSI:
Sebagian isi berita ini diperbaiki pada Senin 6 Mei 2019 untuk meningkatkan akurasinya. Bagian yang dihilangkan menyangkut informasi yang belum terverifikasi sesuai standar jurnalistik. Redaksi mohon maaf.