TEMPO.CO, Jakarta - Setiap rumah harus memiliki satu ruang aman untuk meminimalkan jatuhnya korban jiwa akibat gempa yang bisa datang kapan saja, kata Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto.
"Ruang aman dapat menjadi solusi menghadapi ancaman gempa," katanya usai acara Ecotalk di Jakarta, Kamis, 28 Februari 2019.
Baca juga: Rumah Anda Sudah Tahan Gempa? Ini Tips dari Pakar
Menurut dia, ruang aman dapat berwujud ruangan yang dibuat khusus supaya tidak runtuh oleh gempa atau bisa juga ruangan kecil, seperti kamar mandi, yang diperkuat konstruksinya.
Misalnya, kata dia, kamar mandi sepanjang luasnya bisa melindungi seluruh keluarga, bisa menjadi ruang aman bagi keluarga saat terjadi gempa.
Hal yang lebih sederhana lagi, kata dia, mebel seperti meja atau ranjang yang didesain kokoh, diperkuat siku baja pada pangkal kaki dan tiangnya sehingga dapat untuk berlindung dari tertimpa bangunan atau perabot yang jatuh.
"Tempat tidur diberi atap yang memang kuat atau meja makan dengan menambahkan siku baja di kakinya. Khawatirnya gempa malam hari biasanya kita enggak terlalu waspada. Jadi memang bisa sesederhana itu," ucap dia.
Eko juga mengingatkan perlunya kampanye membuat ruang aman yang relatif mudah dan murah.
"Jika setiap rumah memiliki setidaknya satu ruang aman, korban jiwa dan luka-luka akibat gempa akan dapat dikurangi secara signifikan," ucap dia.
Ia tak memungkiri bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di rumah dengan konstruksi yang tidak tahan gempa, sedangkan membangun rumah tahan gempa membutuhkan biaya besar yang mungkin tidak terjangkau masyarakat.
Selain itu, katanya, merobohkan rumah lama yang kurang baik konstruksinya dan membangun rumah baru juga butuh biaya tidak sedikit.
"Memperbaiki konstruksi rumah yang sudah jadi sehingga menjadi kuat juga tidak murah. Sering kali biaya yang harus dikeluarkan justru lebih mahal daripada membuat rumah baru," kata dia.
Baca juga: Heboh Gempa Mentawai Akhir Februari, BMKG: Hoaks
Eko juga mengatakan bahwa penyelamatan diri dari gempa ketika di dalam bangunan di negara-negara maju, seperti Jepang atau Amerika Serikat sudah lazim digunakan, seperti menjatuhkan diri, berlindung di bawah mebel yang kuat, bukan di sampingnya, dan berpegangan pada perabot itu.
Rekomendasi itu, katanya, lebih dikenal dengan istilah "drop, cover, and hold". "Prosedur itu disarankan dapat dilakukan dalam tiga detik atau kurang. Pada banyak kasus gempa, berlindung di bawah mebel terbukti menghindarkan diri dari kemungkinan terluka akibat benda-benda dan pecahan kaca yang jatuh," katanya.