TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang dalam proses melakukan digitalisasi koleksi perpustakaan. Menurut Kepala Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah LIPI Hendro Subagyo, terdapat beberapa tantangan untuk melakukan transformasi digital terhadap koleksi perpustakaan
Bantah Penghapusan, LIPI Klaim Digitalisasi Koleksi Perpustakaan
Baca Juga:
"Tantangannya, pertama, mau enggak mau harus menghadapi dunia yang lebih digital, kita sedih semakin hari pengunjung kita itu semakin berkurang. Peneliti kami juga aksesnya sebagian besar minta yang digital dan kebanyakan mereka meminta lewat telepon, email atau pesan WhatsApp," ujar Hendro, dalam Diskusi Publik Trasformasi Perpustakaan, di Gedung LIPI, Jakarta, Senin, 28 Maret 2019.
Menurutnya, LIPI sudah melakukan digitalisasi sejak tahun 2000 dengan merekam tesis dan disertasi yang ditata dan disimpan dalam bentuk ukuran yang lebih kecil atau mikrofis. Dan digitalisasi dilakukan pada 2002 dengan sistem manajemen konten Docushare.
Sedangkan tantangan dari sisi pengguna yang semakin digital, kata Hendro, membuat LIPI harus mengikutinya. Data penelitian itu sejak lahir sebenarnya sudah digital, para peneliti menggarapnya sudah dalam bentuk dokumen.
"Sehingga tidak ada lagi kesulitan untuk melakukan scanning, dan proses digitalisasi menjadi ini lebih mudah," kata Hendro.
"Dan untuk SDM, kita punya permasalahan demografi karena defisit pegawai, seperti Jepang lebih banyak senior dibandingkan junior, oleh karena itu sejak 2017 dan 2018 kita memperbaiki proses bisnis. Dan masih banyak proses yang harus diperbaiki untuk digitalisasi".
Sejak 2008, Hendro menambahkan, LIPI telah memulai inisiasinya dan membuka untuk akses. Pada 2010, LIPI meluncurkan ISJT, sekarang sudah sekitar 340 ribu artikel, jurnal 14 ribuan, karena LIPI fokus pada jurnal ilmiah yang lebih saintifik.
LIPI, kata Hendro, akan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak pusat penelitian, meminta untuk segera dipublikasikan agar masyarakat lebih mudah mendapatkan informasi. Selain itu, infrastruktur akan diperkuat,
"Dengan infrastruktur seperti server, cloud dan lain sebagainya, jadi ada centralistic data, data akan kita masukkan ke satu pusat, fisiknya mungkin tetap di pusat-pusat penelitian tapi datanya kita ada," kata Hendro.