TEMPO.CO, Jakarta - Pengembang game dan pemilik platform toko game Steam, Valve, telah menghapus lebih dari 100 akun yang memuji atau membela pelaku penembakan di Selandia Baru, seperti dilaporkan laman permainan Kotaku, akhir pekan lalu.
Pembantaian tersebut terjadi di dua masjid di Christchurch pada hari Jumat, 15 Maret 2019. Pengguna yang dilarang telah mengubah nama akun menjadi nama terduga tersangka, menggunakan wajahnya sebagai gambar avatar, atau secara lisan memuji penyerang, menyebutnya sebagai pahlawan atau dijadikan referensi meme, dan frasa yang dilukis si pembunuh di senjatanya.
Pria Ditahan karena Sebarkan Video Penembakan di Christchurch
Dikutip laman sputniknews, beberapa jam setelah Kotaku menghubungi Valve untuk memberikan komentar, nama penembak itu hampir sepenuhnya menghilang dari halaman utama akun. Namun, nama penembak dapat ditemukan dalam daftar nama sebelumnya dari banyak akun.
Intervensi ini tidak biasa bagi Valve, sebuah perusahaan yang secara tradisional mengambil pendekatan lepas tangan untuk memoderasi konten game, grup, dan halaman pengguna yang dihosting oleh platform mereka.
Kotaku mencatat bahwa ratusan akun dan grup yang sebelumnya memuji penembakan, termasuk yang di Norwegia dan Amerika Serikat masih aktif.
Sebelumnya pada 2017, Motherboard melaporkan bahwa kelompok supremasi neo-Nazi dan kulit putih berkembang di Steam selama bertahun-tahun. Kemudian pada 2018, Pusat Pelaporan Investigatif mengungkapkan bahwa Steam bertindak sebagai platform untuk 173 kelompok yang secara terang-terangan memuliakan para penembak sekolah masa lalu.
Saat ini, Steam menampung sekitar 90 juta pengguna bulanan. "Berbagai bagian dari Komunitas Steam dimoderatori oleh kombinasi staf Valve resmi, moderator komunitas, dan perwakilan dari pengembang dan penerbit game," demikian bunyi dokumen moderasi Steam.
Penembakan di Selandia Baru merenggut nyawa 50 orang dan 48 lainnya luka-luka. Penembak, Brenton Tarrant, ditangkap oleh polisi tak lama setelah insiden itu dan didakwa dengan pembunuhan.
KOTAKKU | SPUTNIKNEWS | MOTHERBOARD | JAPAN TIMES