TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah penelitian NASA membandingkan astronot kembar yang melakukan misi luar angkasa mengungkapkan bahwa sebagian besar mengalami perubahan drastis pada tubuhnya. Scott Kelly, berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional antara 2015 dan 2016, mengalami banyak perubahan fisik dan genetik dari saudara kembarnya sesama astronot Mark Kelly yang ada di Bumi.
Baca: NASA Umumkan Pemenang Kompetisi Tantangan Habitat Mars
Dikutip laman engadget, Jumat, 12 April 2019, Scott Kelly berhasil menyelesaikan misi hampir setahun di luar angkasa. Beberapa dampak negatif dari misi tersebut masih melekat pada Scott, dan memberikan tantangan bagi para ilmuwan ketika mereka mengeksplorasi penerbangan ruang angkasa yang lebih lama, seperti perjalanan ke Mars.
"Jika Anda melihat perubahan yang kami lihat di Scott, sebagian besar dari mereka kembali ke garis dasar dalam waktu yang relatif singkat ketika ia kembali ke Bumi," ujar Steven Platts, wakil kepala ilmuwan di Program Penelitian Manusia NASA, dalam konferensi Kamis seperti dilansir laman Science.
NASA menemukan bahwa telomer saudara Scott yang berada di luar angkasa bertambah panjang. Telomer merupakan bagian paling ujung dari DNA linear. Meskipun termasuk dalam untai DNA, telomer tidak mengkode protein apa pun, sehingga ia tidak termasuk dalam kategori gen. Telomer berperan penting dalam menjaga kestabilan genom tiap sel.
Penemuan ini mengejutkan para ilmuwan di program Riset Manusia NASA, yang telah memutuskan untuk menggunakan telomer sebagai cara untuk mengukur penuaan. Memperpanjang telomer saat ini sedang dipelajari oleh para ilmuwan sebagai cara untuk membalikkan penuaan dan mengalahkan kanker.
Para ilmuwan tidak yakin mengapa telomer Scott yang berada di luar angkasa bertambah panjang, dan tertarik untuk mencari tahu mengapa bergerak maju. Yang juga mengejutkan adalah bahwa setelah Scott kembali ke Bumi, telomere-nya mulai menyusut dan menjadi lebih pendek dari pada sebelum ia memulai misi.
Telomer yang pendek terkait dengan penuaan dan penyakit. Susan Bailey, salah satu penulis penelitian ini, mengatakan penelitian ini adalah pertama kalinya panjang telomer diukur pada astronot. Perubahan fisik dan mental juga terjadi.
Setahun di ruang angkasa membuat Scott menjadi lebih berpandangan jauh ke depan saat arteri karotis dan retinanya menebal, yang biasa terjadi selama penerbangan luar angkasa. Dia menggambarkan kakinya bengkak seperti semangka setiap kali dia bangun.
Ada juga perubahan mikroba usus dan perubahan ekspresi gen. Semua perubahan ini kembali ke level stabil atau dasar setelah dia mendarat, meskipun beberapa kerusakan DNA dan aktivasi sel-T masih tetap. Kemampuan kognitif Scott juga menurun setelah satu tahun di luar angkasa, perubahan yang bertahan bahkan enam bulan setelah mendarat.
Scott diberi suntikan flu saat berada di luar angkasa, dan tubuhnya merespons dengan cara yang persis sama di Bumi, tes yang membuktikan bahwa sistem kekebalan tidak terpengaruh selama penerbangan luar angkasa. Para ilmuwan berpikir penelitian ini menyoroti bagaimana tubuh manusia dapat beradaptasi dan pulih dari korban dramatis spaceflight.
Penelitian ini juga dapat membantu kita memahami bagaimana tubuh manusia bereaksi terhadap stresor lain, seperti penyakit. "Studi kembar menunjukkan pada tingkat molekuler ketahanan dan kekokohan bagaimana satu tubuh manusia beradaptasi dengan lingkungan luar angkasa," kata Jenn Fogarty, kepala ilmuwan untuk Program Penelitian Manusia NASA.
Simak berita lainnya tentang penelitian NASA hanya di kanal Tekno Tempo.co
ENGADGET | SCIENCE