TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Wiratno mengatakan, kemungkinan kematian seekor badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, baru-baru ini tidak disebabkan oleh perburuan liar.
Menurut Wiratno, TNUK memiliki sistem patroli yang kuat sehingga aman dari perburuan liar. Selain itu, saat ditemukan bangkai badak Jawa bernama Manggala tersebut masih utuh.
Baca Juga: Badak Jawa Ditemukan Mati di Taman Nasional Ujung Kulon
“Kalau di Ujung Kulon saya kira secure ya keamanan, stable. Patroli di sana kuat. Karena patrolinya keliling,” kata Wiratno kepada wartawan di Jakarta, Senin, 29 April 2019.
“Itu badak jantan, usia muda. Jadi culanya juga belum begitu menonjol,” kata Wiratno.
Wiratno mengatakan bahwa kematian Manggala cukup mengherankan karena usia satwa langka tersebut tergolong muda. Artinya, kematian Manggala tidak disebabkan oleh faktor alami atau karena usia sepuh.
“Itu yang menarik. Karena ini termasuk remaja, (penyebabnya) sangat penting untuk diketahui. Memang ada luka-luka, tapi kita sedang cek,” kata Wiratno , yang menambahkan ada beberapa bagian tubuh badak yang mengeluarkan darah saat ditemukan.
Menurut Wiratno, bangkai badak Jawa ditemukan pertama kali oleh Rhino Health Unit SPTN II Pulau Handeuleum di wilayah hutan Citadahan pada 21 Maret 2019 atau sekitar satu bulan lalu. Pada 23 Maret 2019, tim terpadu yang terdiri dari Rhino Health Unit, Rhino Protection Unit (RPU), dan Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) turun ke lapangan untuk mengambil sampel dari bangkai badak Jawa tersebut. Organ yang diambil untuk sampel antara lain usus halus, usus besar, hati, lambung, dan limfa.
Rhino Health Unit (RHU) adalah unit yang mengawasi kesehatan badak bentukan Balai TNUK bekerja sama dengan WWF, sedangkan Rhino Protection Unit (RPU) adalah unit untuk melindungi keselamatan badak bentukan Balai TNUK dengan Yayasan Badak Indonesia (YABI).
Wiratno menambahkan, pada 13 April 2019 kuburan Manggala kembali dibongkar untuk diambil tulang-belulangnya. Sampel tulang badak Jawa tersebut kemudian dibawa ke laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).
“Nekropsinya lama, dua sampai tiga minggu,” kata Wiratno.
Badak Jawa merupakan jenis terlangka dari lima jenis badak yang tersisa di dunia, dengan status Critically Endangered atau terancam punah, menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Badak Jawa hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.
Populasi badak jawa menurut data terakhir KLHK, setelah kematian badak Samson pada 2018, sejumlah 68 individu. Matinya Manggala ini berakibat berkurangnya populasi itu.