Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

3 Pulau Hilang dalam Setahun, Akibat Perubahan Iklim?

image-gnews
Sisa bangunan di Pulau Tebunginako, Kiribati. Pulau ini perlahan tenggelam karena perubahan iklim. (she-san.ch)
Sisa bangunan di Pulau Tebunginako, Kiribati. Pulau ini perlahan tenggelam karena perubahan iklim. (she-san.ch)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim ikut berperan menenggelamkan pulau-pulau terpencil dan membahayakan garis pantai di seluruh dunia. Presiden Kiribati periode 2003-2016 Anote Tong ingat ketika Tebunginako, sebuah pulau di Kiribati, perlahan tenggelam.

Tebunginako adalah desa yang berkembang pesat. Namun, mulai 1970-an, ombak mulai beringsut lebih dekat ke rumah-rumah di desa. Selama bertahun-tahun, ketika angin kencang membuat gelombang besar dan perubahan iklim menyebabkan permukaan laut naik, air menggenangi pulau itu, membanjiri tembok laut yang telah dibangun untuk melindungi masyarakat.

Hampir tidak ada yang tersisa dari desa itu sekarang. "Tidak ada lagi di sana," kata Tong, seperti dilansir laman NBCnews, baru-baru ini. "Apa yang kita miliki sekarang adalah sebuah gereja yang berdiri di tengah laut ketika air pasang datang."

Tong menjabat sebagai presiden Kiribati, sebuah negara yang terdiri dari 32 atol di Pasifik. Selama itu, ia menyaksikan erosi merusak tanaman pangan, air laut membanjiri kolam air tawar dan warga terpaksa mengungsi. Dia blak-blakan menggambarkan ancaman eksistensial dari perubahan iklim yang dihadapi negaranya.

“Dalam waktu dekat, masyarakat mungkin harus pindah," kata Tong. "Ketika itu mengenaimu secara langsung, sangat sulit bagimu untuk menyangkalnya."

Tong punya alasan untuk khawatir. Ketika aktivitas manusia terus mengubah lingkungan, pulau-pulau semakin rentan terhadap dampak perubahan iklim planet ini.

Pada Oktober 2018, Badai Walaka menghanyutkan pulau Hawaii yang terpencil seluas 11 hektar saat badai menerobos Samudra Pasifik. Beberapa bulan sebelum itu, para ilmuwan Rusia melaporkan bahwa sebuah pulau kecil di Kutub Utara telah menghilang, dengan mengatakan bahwa hanya air besar yang tersisa di situs itu.

Menjelang akhir 2018, sebuah surat kabar lokal melaporkan bahwa sebuah pulau tak berpenghuni di lepas pantai Jepang tidak lagi ditemukan, mungkin karena tenggelam di bawah permukaan air. 

"Dengan beberapa pulau kecil ini, mungkin itu bukan masalah besar bagi orang kebanyakan karena mereka tidak berpenghuni, tapi Anda akan melihat proses yang sama ini terjadi di pulau-pulau yang lebih besar dan berpenduduk," kata Curt Storlazzi, ahli geologi di Pusat Ilmu Pengetahuan Pesisir dan Lautan Pasifik AS di Santa Cruz, California.

Storlazzi telah melakukan penelitian tentang erosi pantai di daerah tropis. Dia mengatakan bahwa naiknya permukaan laut dapat mendesain ulang garis pantai dengan menghasilkan gelombang yang lebih besar, menambahkan lapisan sedimen di beberapa tempat sekaligus menyebabkan erosi dan banjir di daerah lain.

"Jika permukaan laut terus naik sesuai proyeksi," kata Storlazzi. "Akan ada perubahan yang lebih besar lagi."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hubungan antara perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut dipahami dengan baik di antara para ilmuwan. Bahan bakar fosil yang terbakar mengeluarkan karbon dioksida, gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer. Saat suhu permukaan global meningkat, gletser dan lapisan es di planet ini mencair, sehingga menaikkan permukaan laut.

Pada 2013, PBB mengeluarkan laporan yang memproyeksikan bahwa tanpa pengurangan besar-besaran dalam emisi, permukaan laut bisa naik antara 1,5 kaki dan 3 kaki pada 2100. Sejak rilis laporan itu, beberapa ilmuwan telah menyarankan bahwa perkiraan ini terlalu konservatif.

Di antara mereka adalah Patrick Nunn, profesor geografi di University of the Sunshine Coast di Queensland, Australia, yang merupakan salah satu penulis penelitian tentang kenaikan permukaan laut dalam penilaian PBB.

Nunn mengatakan sebagian besar ilmuwan sekarang setuju bahkan jika negara-negara mengambil langkah hari ini untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, rata-rata permukaan laut masih akan naik hingga 6,5 kaki pada akhir abad ini.

"Apa yang telah kita lakukan sejauh ini, hingga 150 tahun terakhir, telah dikunci," kata Nunn. "Ada sedikit ketidakpastian, tapi konsensus umum adalah bahwa kita bisa mendapatkan suhu di bawah kendali, dan itu adalah tantangan yang jauh lebih besar untuk mendapatkan kenaikan permukaan laut di bawah kendali."

Bahkan tanpa menenggelamkan seluruh pulau, jumlah kenaikan permukaan laut itu cukup untuk menelan sebagian besar garis pantai, dan berpotensi menggusur jutaan orang.

"Di banyak pulau, bahkan pulau-pulau yang dataran tinggi, mayoritas infrastruktur kritis berada tepat di garis pantai, apakah itu pelabuhan, bandara, jalan utama, pembangkit listrik atau instalasi pengolahan air," tutur Storlazzi. "Kebanyakan dari hal-hal ini sangat dekat dengan pantai."

Berita lain tentang dampak perubahan iklim dan pemanasan global bisa Anda simak di Tempo.co.

NBCNEWS | PBB

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

32 menit lalu

Ilustrasi badai taifun yang muncul di Samudera Pasifik. (friendsofnasa.org)
Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.


Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

8 jam lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.


5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

11 jam lalu

Mobil melewati jalan yang banjir saat hujan badai di Dubai, Uni Emirat Arab, 16 April 2024. REUTERS/Abdel Hadi Ramahi
5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab


Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

22 jam lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

Dubai terdampak badai yang langka terjadi di wilayahnya pada Selasa lalu, 16 April 2024.


Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

5 hari lalu

Anomali suhu udara permukaan untuk Maret 2024. Copernicus Climate Change Service/ECMWF
Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.


Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

11 hari lalu

Seseorang memegang gambar aktivis iklim Greta Thunberg ketika para aktivis menandai dimulainya Pekan Iklim di New York selama demonstrasi yang menyerukan pemerintah AS untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan menolak penggunaan bahan bakar fosil di New York City, New York, AS, 17 September 2023. REUTERS/Eduardo Munoz
Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

Aktivis Greta Thunberg ditangkap lagi setelah dibebaskan dalam unjuk rasa menentang subsidi bahan bakar minyak.


Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

14 hari lalu

Ilustrasi hujan. REUTERS
Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan curah hujan di Kota Bogor selalu tinggi. Namun bukan hujan pemicu seringnya bencana di wilayah ini.


Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

18 hari lalu

Billy Joe Armstrong dari Green Day tampil membawakan lagu
Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

Grup musik punk Green Day akan tampil dalam konser iklim global yang didukung oleh PBB di San Francisco


Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

23 hari lalu

Warga beraktivitas di pinggir Waduk Cacaban, Kedung Banteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa, 11 September 2018. Akibat musim kemarau tahun ini, volume air di salah satu waduk penyuplai di wilayah Pantura itu menyusut hingga lebih dari puluhan meter sehingga mengancam kekeringan, terutama persawahan di sejumlah wilayah itu. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

Fenomena penguapan air dari tanah akan menggerus sumber daya air di masyarakat. Rawan terjadi saat kemarau.


Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

23 hari lalu

Ilustrasi kekeringan: Warga berjalan di sawah yang kering akibat kemarau di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Fauzan/ama.
Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.