TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberi sinyal pemerintah AS harus menuntut Google, Facebook dan beberaoa perusahaan lainnya. Hal itu lantaran menghadapi pengawasan antimonopoli yang meningkat di Washington.
Baca juga: Bos Huawei Ingatkan Google, Android Bisa Kehilangan 700 Juta Pemakai
Laman The Washington Post, Rabu, 26 Juni 2019, menyebutkan, Trump tidak merinci dasar tuntutan hukum, yang ia angkat setelah Eropa menggelar penyelidikan terhadap perusahaan teknologi AS.
Namun, Trump dalam wawancara dengan Fox Business setelah Departemen Kehakiman dan Komisi Perdagangan Federal mengadakan penyelidikan terhadap Apple, Amazon, Facebook dan Google, menyiratkan akan ada penyidikan terhadap raksasa teknologi tersebut.
Trump pernah menuding Google berusaha mencurangi pemilihan. Dia juga menyatakan Twitter mempersulit pengguna untuk menemukan dan menjadi follower-nya.
Tetapi Trump tidak memberikan bukti baru untuk tuduhannya, bahwa perusahaan-perusahaan tersebut menunjukkan bias terhadap kaum konservatif, yang telah lama dibantah oleh Google dan Twitter. "Anda mungkin memerlukan undang-undang untuk menciptakan persaingan," kata Trump, yang sempat bertemu CEO Twitter Jack Dorsey dan mengeluh tentang jumlah pengikutnya
Sebagai tanggapan, juru bicara Google Julie Tarallo mengatakan perusahaan berusaha menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya untuk semua orang, tanpa memperhatikan sudut pandang politik. Sedangkan Facebook tidak segera menanggapi permintaan konfirmasi, dan Twitter menolak memberikan komentar.
Investigasi semacam itu di Departemen Kehakiman dan Komisi Perdagangan Federal seharusnya independen dari pengaruh politik Gedung Putih. Bahkan rujukan Trump pada tuntutan hukum dapat memicu kemarahan Demokrat di Kongres, yang berulang kali mengkritik presiden karena khawatir ikut campur dalam masalah yang berkaitan dengan kompetisi masa lalu seperti pembelian Time Warner Cable dari AT&T.
Trump berulang kali menyerang Facebook, Twitter, dan situs media sosial lainnya, mengklaim bahwa mereka menunjukkan bias terhadap kaum konservatif. Pada Mei 2019, Gedung Putih mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyerukan survei publik untuk melaporkan kisah-kisah pribadi tentang orang yang mengatakan telah disensor secara tidak adil.
Awal tahun ini, Trump menekan CEO Twitter Jack Dorsey tentang tuduhan bias pada pertemuan pribadi Gedung Putih. Twitter sejak lama menyatakan bahwa Trump, yang memiliki lebih dari 61 juta pengikut, mengalami fluktuasi dalam hitungan pengikutnya karena upaya untuk menemukan dan menghapus akun spam.
Berita lain tentang Google, Facebook, dan Presiden Trum, bisa Anda simak di Tempo.co.
THE WASHINGTON POST | CNN | FOX BUSINESS