TEMPO.CO, Jakarta - RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) telah disetujui DPR pada Selasa, 16 Juli 2019. Salah satu yang diamanatkan adalah pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“RUU mengamanatkan dibentuknya Badan Riset dan Inovasi Nasional untuk mengintegrasikan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan serta invensi dan inovasi,” ujar Ketua Panitia Khusus RUU Sisnas Iptek Daryatmo Mardianto, Selasa.
Chairil Abdini, Sekjen Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), mengatakan saat ini apa saja tugas dan fungsi BRIN masih dibahas. "Terkait pembentukan BRIN, AIPI telah dan akan terus menyampaikan masukan melalui Sekretariat Kabinet (Setkab),” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 17 Juli 2019.
AIPI, kata Chairil, berharap BRIN lebih terfokus pada kebijakan dan program untuk mewujudkan ekosistem riset dan teknologi (ristek) yang tepat yang sangat dibutuhkan Indonesia ke depan. “Jadi fungsinya lebih kepada peningkatan kapabilitas sisteknas agar iptek betul-betul dapat berkontribusi terhadap kemajuan bangsa,” ujarnya.
BRIN diharapkan paling tidak memainkan perannya agar triple helix perguruan tinggi (termasuk lembaga riset non perguruan tinggi)-industri-pemerintah bisa memproduksi talenta, pengetahuan/teknologi baru serta inovasi nasional.
Selain itu badan ini juga diharapkan mampu membangun ekosistem untuk peningkatan produktivitas nasional dalam bentuk mewujudkan kapabilitas triad (skill formation-production system-business model) yang efektif dalam meningkatkan produktivitas nasional.
“Skill formation saja atau production system saja atau business model saja jika ditangani secara terpisah tidak akan mampu meningkatkan produktivitas nasional,” ujar Chairil.
Menurut Chairil, BRIN nantinya harus mampu mempelajari bagaimana inovasi itu bisa dihasilkan. “AS melalui NSF (National Science Foundation) juga terus mempelajari hal ini sebagaimana dituangkan didalam buku berjudul how innovation really works,” ujar Chairil.
Dalam catatan Pandangan AIPI terhadap RUU Sisnas Iptek, AIPI menyebutkan lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah belum menjalankan tugas dan fungsi masing-masing secara optimal.
Di sisi lain, menurut AIPI, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebagai kementerian yang bertanggung jawab atas penguasaan, pengembangan, dan penerapan iptek, tidak punya cukup wewenang untuk melakukan fungsi koordinasi dengan balitbang kementerian/lembaga dan LPNK di luar enam LPNK yang berada di bawah koordinasi Kemenristekdikti.