TEMPO.CO, Bandung - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani mengatakan Gunung Tangkuban Parahu tercatat sudah meletus 13 kali sejak 1829.
“Sejak tahun 1829 sampai sekarang erupsi freatifk sedikitnya sudah 13 kali erupsi seperti ini, dan ancamannya tidak terlalu jauh,” kata dia di Bandung, Jumat, 2 Agustus 2019.
Aktivitas erupsi Gunung Tangkuban Parahu terjadi lagi dalam sepekan ini. Rangkaian erupsi tercatat dimulai pertama kali sejak 26 Juli 2019, sempat berhenti, dan muncul lagi sejak Kamis, 1 Agustus 2019, hingga hari ini, Jumat, 2 Agustus 2019.
PVBMBG memutuskan menaikkan status aktivitas Gunung Tangkuban Parahu menjadi Waspada atau Level 2 sejak hari ini, 1 Agustus 2019, pukul 08.00 WIB dengan rekomendasi daerah bahaya dalam radius 1,5 kilometer dari puncak gunung.
Kasbani mengatakan, sejarah letusan sejak tahun 1829 seluruhnya berjenis letusan freatik. “Sejarah letusan magmatik ada, tapi tidak terekam di data geologi, terekam tertulis seperti ini, yang dilaporkan Belanda sejak 1829. Sebelum itu tidak terlaporkan. Tapi data-data geologi menunjukkan dulunya erupsi magmatik,” kata dia.
Kasbani mengatakan, belasan erupsi freatik yang terekam di Gunung Tangkuban Parahu mirip dengan yang terjadi sepekan terakhir ini. Dampak bahaya letusan mayoritas masih berada di seputar kawah gunung tersebut. “Masyarakat gak usah panik. Ikuti saja rekomendasinya. Di luar 1,5 kilometer gak apa-apa, asal tidak ke puncak, itu saja,” kata dia.
Letusan Gunung Tangkuban Parahu sejak 1 Agustus 2019 hingga 2 Agustus 2019 pagi sedikitnya sudah terjadi 8 kali. Tinggi kolom letusan tertinggi tercatat 180 meter dari dasar kawah, terjadi pada 1 Agustus 2019, pukul 20.46 WIB, dengan kedalaman kawah tercatat sekitar 100 meter.
Erupsi yang terpantau masih berupa erupsi freatik. “Erupsinya masih dikategorikan freatik karena terkait dengan aktivitas fluida, aktivitas gas-gas vulkanik dan uap air yang ada di situ. Terjadi penumpukan gas, penumpukan uap, ada tekanan,” kata Kasbani.
Belum terpantau indikasi aktivitas magmatik. “Untuk meningkat lagi, sejauh ini belum ada perkembangan dari bawah untuk pergerakan magma yang mendobrak,” kata Kasbani.
Kasbani menjamin aktivitas Gunung Tangkuban Parahu terpantau dengan baik. Seluruh peralatan pemantauan bekerja, serta sejumlah ahli gunung api juga diterjunkan mengamati aktivitas gunung itu. “Masyarakat tidak perlu khawatir. Kondisi gunung terpantau dengan sangat baik. Kalau ada perkembangan ancaman, kami akan evaluasi,” kata dia.
Kasbani mengatakan, erupsi masih terjadi saat ini. Kolom abu letusan masih terpantau. “Ada sedikit abu,” kata dia.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api, PVMBG, Hendra Gunawan, mengatakan ada yang tidak biasa dalam aktivitas letusan Gunung Tangkuban Parahu. “Baru sekarang ini ada tremor berjam-jam untuk Tangkuban Parahu. Dari subuh pukul 03.57 WIB. Mudah-mudahan tremornya cepat reda,” kata dia, Jumat, 2 Agustus 2019.
Erupsi terpanjang tercatat terjadi 2 Agustus 2019, berdurasi 1 jam 42 menit terjadi sejak pukul 03.57 WIB. “Ternyata pagi masih lanjut lagi,” kata dia.
Hendra mengatakan tremor yang terekam berjenis tremor erupsi. Jenis tremor lainnya biasanya menandakan suplai material di bawah gunung api. “Tremor erupsi Gunung Tangkuban Parahu biasanya dalam hitungan menit. Ini berjam-jam. Kan ada tremor suplai. Tapi ini tremor erupsi, menandakan ada erupsi, erupsi yang tidak berhenti,” kata dia.
Hendra mengatakan, pengamat gunung api terakhir naik ke areal kawah dini hari tadi. “Kita tidak berani terlalu dekat. Terakhir teramati kolom abu ketinggian 180 meter dari dasar kawah. Sampai saat ini belum ada lagi yang ke atas,” kata dia.
Saat erupsi ini, PVMBG mengandalkan pantauan visual di kawah Gunung Tangkuban Parahu lewat piranti CCTV. “Kita coba link CCTV ke sini (kantor PVMBG), biar gak harus ke sana,” kata Hendra.
AHMAD FIKRI