TEMPO.CO, Jakarta - Potensi kehilangan pajak yang lebih besar karena peredaran ponsel ilegal atau biasa disebut ponsel BM di Indonesia mendorong pemerintah memberlakukan aturan validasi IMEI yang rencananya baru akan memasuki fase operasional 17 Februari 2020.
Berdasarkan data Indonesia Teknologi Forum (ITF), peredaran ponsel ilegal di Tanah Air pada 2019 diperkirakan mencapai 30% dari total 50 juta ponsel baru yang masuk, atau naik 10% dari tahun sebelumnya.
Data Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) mengungkapkan sebanyak 150 juta penduduk Indonesia menggunakan ponsel pintar, dan tiap tahunnya terdapat 45 juta ponsel pintar baru, dengan 20%—30% di antaranya merupakan ponsel ilegal.
Jika dihitung, harga per unit ponsel pintar di Indonesia dikatakan berada di kisaran Rp2,2 juta, dengan nilai keseluruhan ponsel baru yang beredar adalah Rp22,5 triliun. Dengan beredarnya ponsel ilegal, negara diperkirakan kehilangan pendapatan sebesar 10% dari PPN dan 2,5% PPh, dan berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp2,8 triliun dalam setahun.
Indonesia harus segera menyelesaikan aturan mengenai validasi IMEI, karena sejumlah negara yang sebelumnya menjadi pasar ponsel ilegal sudah menutup pasarnya dengan aturan IMEI ini. Negara-negara tersebut termasuk Turki, Pakistan, India, dan Rusia. Dikhawatirkan penjualan ponsel ilegal akan membanjiri Indonesia yang masih belum melaksanakan kebijakan validasi IMEI.
“Indonesia termasuk negara terlambat yang melakukan hal ini. Negara lain sudah melakukannya dari jauh-jauh hari,” ucap Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara di Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2019.
Berita terkait ponsel BM dan IMEI, bisa Anda ikuti di Tempo.co.