TEMPO.CO, Jakarta - Penegakan Hukum Seksi II dan Polisi Kehutanan wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) seorang tersangka berinisial B, 31 tahun, dengan barang bukti berupa kulit harimau dan puluhan bagian satwa dilindungi di Jawa Timur pada 7 Agustus 2019.
"Dari dua operasi yang kami pimpin ini, kami masih melakukan pengembangan penyidikan untuk mendalami jaringan lain yang berhubungan dengan para pelaku kejahatan terhadap satwa dilindungi ini," ujar Mohammad Nur, Kepala Balai Gakkum Jabalnusra, dalam keterangannya, Senin, 12 Agustus 2019.
Barang yang diamankan berupa empat lembar kulit harimau yang masih basah, tiga lembar kulit kepala harimau, sembilan kulit kepala harimau yang dijadikan reog, satu kulit ekor harimau, dan satu lembar bagian kulit harimau.
Selain itu, satu kantong potongan kecil kulit harimau, dua lembar kulit kepala macan tutul, satu buah kulit macan tutul yang telah dijadikan reog, beberapa ikat bulu burung merak hijau dan biru, serta dua buah tanduk rusa. "Operasi yang kami lakukan adalah bentuk nyata komitmen kami dalam memberantas perdagangan satwa liar," kata Nur.
Barang bukti berupa kulit harimau yang disita dari pedagang satwa dilindungi di Jawa Timur, 7 Agustus 2019.
Satwa-satwa tersebut yaitu, harimau (Panthera tigris), macan tutul (Panthera pardus), merak hijau (Pavo muticus), merak biru (Pavo cristatus) dan rusa (Cervus timorensis), yang merupakan satwa dilindungi oleh perundang-undangan. Dua di antaranya yakni harimau dan burung merak hijau berstatus terancam punah dalam daftar Lembaga Konservasi Dunia IUCN.
Penangkapan dilakukan di toko kerajinan reog yang merupakan milik B. Tersangka B merupakan jaringan dari U, 24 tahun, dan R (23) yang ditangkap dua hari sebelumnya di Yogyakarta dengan barang bukti berupa dua kulit macan tutul (kondisi basah) serta beberapa bagian macan tutul, macan dahan serta harimau sumatera.
"Kami sangat mengapresiasi upaya KLHK dalam mengungkap sindikat perdagangan satwa liar di wilayah Pulau Jawa. Harimau dan macan tutul adalah predator tertinggi di masing-masing rantai makanan, sehingga keberadaannya sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem," kata Noviar Andayani, Country Director Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS- IP).
Tersangka akan diproses dan dikenakan pasal tindak pidana memperdagangkan, membawa satwa dilindungi pasal 40 (2) jo pasal 21 (2) huruf a UU Nomor 5/ 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
"Kami berharap proses hukum dapat berjalan seadil-adilnya agar pelaku dapat mendapat hukuman yang setimpal dan menimbulkan efek jera," tutur Noviar.
Berita lain tentang harimau dan kejahatan terhadap satwa dilindungi, bisa Anda simak di Tempo.co.