TEMPO.CO, Jakarta- LIPI menyatakan obat kanker bajakah hasil penelitian tiga siswa SMAN 2 Palangkaraya, harus melewati jalan panjang untuk bisa menjadi obat herbal terstandar atau sediaan fitofarmaka.
"Suatu bahan obat yang dapat digunakan untuk manusia harus memenuhi aspek aman, berkhasiat dan berkualitas yang harus terjaga dan terstandar," kata peneliti di Laboratorium Kimia Bahan Alam Pusat Penelitian Biologi LIPI Ahmad Fathoni di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2019.
Menurut Fathoni, untuk pengobatan kanker atau tumor perlu dilakukan pra klinis (melalui serangkaian uji hewan percobaan) hingga uji klinis (pengujian ke manusia) terkait aspek keamanan dan khasiat.
Sehingga grade bajakah meningkat, dari obat tradisional (jamu) menjadi bentuk sediaan obat herbal terstandar maupun sediaan fitofarmaka.
Pengujian pra klinis, Fathoni berujar, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek toksiknya pada hewan uji yaitu langkah awal sebelum pengujian pada manusia digunakan sebagai obat herbal terstandar.
"Sedangkan uji klinis dilakukan melalui 5 tahapan atau fase sebelum dapat digunakan secara luas sebagai sediaan obat berupa fitofarmaka. Selain itu tak kalah pentingnya, jangan sampai karena khasiatnya yang luar biasa kemudian tumbuhan bajakah dieksploitasi besar-besaran tanpa memperhatikan konservasinya," tutur Fathoni.
Oleh karena itu, Fathoni menambahkan, selain diperlukan studi lebih lanjut tumbuhan bajakah sebagai obat antikanker agar aman, terjaga khasiat, dan berkualitas tinggi juga diperlukan upaya bersama untuk tetap menjaga kelestariannya.
Berita terkait obat kanker bajakah, bisa Anda simak di Tempo.co.