TEMPO.CO, Jakarta- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI menyebutkan bahwa rencana ibu kota pindah akan memunculkan fenomena migrasi spontan. Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Herry Yogaswara kepada Tempo melalui sambungan telepon.
"Pastilah namanya ASN (aparatur sipil negara) pindah ke situ, jadi di titik utamanya minimal ada 4 atau 4,5 juta akan akan menjadi warga baru," kata Herry, Selasa, 27 Agustus 2019.
Menurut Herry, yang terpenting adalah pemerintah jangan fokus pada titik wilayah ibukota saja, tapi fokus juga di wilayah sekitarnya. "Karena, yang cepat itu biasanya migrasi spontan, atau penduduk yang punya keinginan sendiri untuk pindah ke tempat tersebut," ujar Herry.
Namun, Herry menambahkan, Kalimantan Timur merupakan daerah yang memang migrasinya cukup besar. Sehingga, kata dia, bisa saja terjadi konflik sosial bagi penduduk lama dan baru. Karena, dari sisi penduduk lokal dapat memunculkan perasaan tersingkir dan keraguan atas hak adat dan pengakuan negara.
Meskipun begitu, Herry berujar, penduduk setempat juga akan mendapatkan kucuran kegiatan ekonomi yang besar, mulai dari jasa, bangunan dan sebagainya. "Ini pasti juga harus sejak awal dipetakan untuk kepentingan masyarakat lokal. Yang terpenting, mereka disiapkan untuk kedatangan orang baru, karena persaingan pasti ada," tutur Herry.
Sebelumnya, Senin, 26 Agustus 2019, lokasi ibu kota baru sudah diumumkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yaitu sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Catatan: Redaksi mengubah judul untuk koreksi pada Selasa, 27 Agustus 2019, pukul 13:31:31 WIB.