TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG berharap masyarakat mewaspadai ancaman awan panas guguran Gunung Karangetang, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara.
"Kita belajar dari pengalaman tahun sebelumnya bahwa pernah terjadi awan panas guguran," kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Pengamatan Gunung Berapi di Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) Devy Kamil Syahbana di Manado, Selasa, 27 Agustus 2019.
Potensi ancaman awan panas guguran bisa saja terjadi apabila material lava terus menumpuk dan volumenya semakin membesar di ujung titik leleran.
"Kontur penumpukan titik leleran lava tidak berada pada bidang datar, tetapi menurun. Kami khawatir ketika terus terakumulasi bisa berpotensi terjadinya longsoran," ujarnya.
Karena itu, menurut Devy, PVMBG terus melakukan evaluasi serta pantauan langsung kondisi terakhir jarak luncuran lava termasuk volumenya.
Dia mengatakan, jarak luncuran material guguran lava telah mencapai kira-kira 2.000 meter dari kawah, bila dibandingkan dengan jarak luncuran sebelumnya berkisar 1.750 meter.
Jarak luncuran ini semakin dekat dengan pemukiman masyarakat, kira kira 750 meter, katanya.
"Akan terus kita evaluasi untuk dilakukan langkah selanjutnya," ujarnya.
Pascaguguran batu lava panas Gunung Karangetang di Kabupaten Kepulauan Sitaro, pemerintah daerah mengevakuasi 17 keluarga warga Kampung Winangun Lindongan II, Kecamatan Siau ke tempat pengungsian pada hari Minggu (25/8), pukul 17.00 WITA.
Warga mengungsi di Gereja Galilea di kampung Kinali, Kecamatan Siau Barat Utara. Para pengungsi berjumlah 50 jiwa, saat ini telah mendapatkan dukungan bantuan berupa matras, beras dan triplek.
Berita terkait Gunung Karangetang lainnya, bisa Anda simak di Tempo.co.