TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi baru diterbitkan dalam Geology menyajikan pengamatan rinci tentang Anak Krakatau penyebab tsunami dengan penginderaan jauh. Studi oleh Rebecca Williams dari University of Hull dan koleganya dari Inggris menganalisis runtuhnya Gunung Anak Krakatau pada 2018, yang memicu tsunami.
"Adalah penting untuk tidak melebihkan volume keruntuhan lembah penyebab tsunami. Dengan tidak mengakui letusan gunung berapi sebagai penyebab utama dari perubahan geomorfologi dramatis yang terlihat pada akhir Desember ketika gambar satelit berwarna tersedia," ujar Williams, dikutip Phys, akhir pekan lalu.
Runtuhnya Gunung Anak Krakatau ditangkap dalam detail yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh penginderaan jauh satelit. Hal ini memberikan kesempatan memahami runtuhnya gunung berapi dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin terjadi di pulau vulkanik mana pun di dunia, demikian dilaporkan Phys, akhir pekan lalu.
Analisis tim menunjukkan bahwa bencana tsunami sebenarnya disebabkan oleh tanah longsor yang relatif kecil. Ini adalah sebuah pengamatan dengan implikasi penting bagi masyarakat yang terkena dampak gunung berapi dan mereka yang bertanggung jawab untuk menilai bahayanya.
Citra satelit menunjukkan perkembangan geomorfologi Anak Krakatau (Indonesia) dari Desember 2018-Januari 2019 setelah tsunami 22 Desember 2018. (A, B) Anak Krakatau sebelum tsunami. Gambar C: 8 jam setelah tsunami, dan menunjukkan guguran sisi barat dan runtuhnya puncak. (D) Runtuhnya puncak. (E) Pertumbuhan kembali pulau berikutnya. (F) Perubahan luas permukaan pulau selama periode ini. Kredit: Williams et al., Geology
Tsunami tersebut merenggut lebih dari 430 nyawa dan menghancurkan komunitas pesisir di sepanjang Selat Sunda. Menggunakan seperangkat data pengamatan, makalah Williams dan rekan merekonstruksi aktivitas letusan Anak Krakatau sebelum, selama, dan setelah runtuh.
Peneliti menemukan bahwa gunung berapi itu dalam keadaan erupsi normal sebelum runtuh. Namun, keruntuhan mengubah gaya letusan terus-menerus, menghasilkan konfigurasi ulang sistem pipa magmatik dari gunung berapi, yang memungkinkan air masuk ke dalam sistem.
Ini pada gilirannya menyebabkan letusan beralih ke gaya yang jauh lebih eksplosif, phreatomagmatic. Selanjutnya menyebabkan penghancuran puncak gunung berapi yang sebenarnya. Perusakan lanskap ini dapat diamati dalam citra satelit baru.
Williams dan koleganya menyimpulkan bahwa tsunami Selat Sunda 2018 dihasilkan oleh letusan tidak eksklusif, yang merupakan hasil tidak terduga. Kerusakan kecil ini menyebabkan tsunami besar merupakan geohazard yang sebelumnya kurang diperhatikan.
Sistem pemantauan tsunami saat ini tidak memantau aktivitas vulkanik semacam ini, melainkan berfokus pada gempa bumi besar atau proksi terkait dengan peningkatan intrusi magma yang tidak biasa.
Makalah ini menunjukkan analisis cepat pertama yang dapat dilakukan dengan penginderaan jauh untuk menginformasikan analisis bahaya, serta strategi mitigasi risiko.
Berita lan terkait tsunami dan Gunung Anak Krakatau, bisa Anda simak di Tempo.co.
PHYS | GEOLOGY