Tiba-tiba saja selepas ujian kejar paket dan bertemu kawan-kawannya, Lala meminta ke orang tua untuk berkuliah. Kembali bergabung dengan teman temannya yang tidak berkebutuhan khusus.
“Kami kemudian berpikir. Ada baiknya memang dia kuliah. Saran dari hasil tes IQ, mengambil jurusan bahasa. Akhirnya diambillah bahasa yang belum ia kuasai, yaitu Pendidikan Bahasa Jerman,” ungkap Patricia sembari menyebutkan bahwa jurusan tersebut memang hanya tersedia di UNY.
Selama perkuliahan, dosen dan teman-teman Lala sangat suportif membantunya belajar. Bahkan Lala kerap dijadikan rebutan apabila terdapat tugas beregu ataupun dalam pembentukan kelompok.
“Jadi lingkungan di UNY inklusif. Ada dua alasan sebenarnya. Pertama karena Lala masih imut, anak usia 15 tahun, dan kedua karena Lala cepat belajarnya. Setahun belajar Jerman, dia sudah fasih,” kata Patricia.
Untuk mendukung kegiatan belajar putrinya, Patricia sejak awal perkuliahan selalu mengantar jemput Lala. Maklum saja ujarnya, saat awal masuk kuliah Lala masih usia 15 tahun dan membutuhkan kasih sayang orang tua.
Namun setahun berjalan, Patricia merasa bosan jika hanya datang ke UNY untuk antar jemput. Terlebih lagi, kebutuhan khusus Lala terus berkembang seiring bertambahnya usia.
“Saya merasa tidak cukup bekal untuk membantu (Lala). Sudah bikin sakit kepala ini. Sehingga seizin suami saya ingin kuliah lagi, agar punya ilmu yang bermanfaat dalam mendidik Lala ataupun anak-anak gifted lainnya,” kata Patricia.
Akhirnya setahun setelah Lala mulai kuliah, Patricia mendaftar dan dinyatakan diterima di S2 Pendidikan Luar Biasa UNY angkatan 2016. Pada saat itu, Patricia merupakan satu-satunya mahasiswa yang tidak berlatar belakang pendidikan luar biasa di jenjang S1 nya.
“Saya guru seni musik. Lainnya teman saya, guru di SLB, dan anak-anak lulusan PLB. Alih jurusan bukan hal yang mudah ternyata karena saya belajar teori dari awal,” kata Patricia.
Untuk mendukung studinya, Patricia mengejar ketertinggalan ilmu dengan menumpang belajar di SLB Marganingsih Tajem. Di sana ia memperoleh teori terkait pendidikan luar biasa sekaligus mempraktikkannya secara langsung.
“Setiap Kamis dan Jumat saya ke sana. Membantu mengajar, dan belajar teori-teori PLB. Tidak dibayar, karena saya yang membutuhkan,” kata Patricia.
Pada 13 Mei 2019, tesis Patricia telah disetujui oleh Dosen Pembimbing. Menandakan ketuntasan kewajibannya dalam menempuh studi jenjang S2.
Hari itu tepat Lala berulang tahun ke-19. Kelulusan Patricia menjadi hadiah tiada terkira bagi sang putri.
“Karena Mei sudah selesai, saya seharusnya diwisuda Bulan Juni,” kata Patricia.
Akan tetapi, hadiah kelulusan tersebut ia rasa belum sempurna karena tugasnya di kampus belum selesai. Lala, putri semata wayangnya, sedang menuntaskan bab-bab terakhir dalam skripsinya.
Akhirnya Patricia memutuskan untuk berkirim surat kepada Rektor dan Direktur Pascasarjana UNY meminta diizinkan untuk wisuda Agustus.
“Saya punya keyakinan kalau tidak lama lagi Lala akan wisuda. Toh tinggal bab akhir. Sambil menunggu Lala, saya bisa cari ilmu lagi sekaligus antar jemput,” kata Patricia.
Tebakannya tak meleset. 31 Juli 2019, tepat ulang tahun Patricia ke-48, Lala menuntaskan yudisium skripsinya. Mereka berdua akhirnya bisa diwisuda bersama-sama.
Berikutnya: Ingin kuliah di Amerika