Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Semua Komet Mungkin Berasal dari Tempat yang Sama, Dekat Matahari

image-gnews
Ilustrasi Komet 46/P Wirtanen. timeanddate.com
Ilustrasi Komet 46/P Wirtanen. timeanddate.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan penelitian baru, yang diterbitkan dalam jurnal Astronomy & Astrophysics, semua komet kemungkinan berasal dari tempat yang sama. Untuk pertama kalinya, astronom Christian Eistrup menerapkan model kimia pada 14 komet terkenal, dan secara mengejutkan menemukan pola yang jelas.

Komet melakukan perjalanan melalui tata surya yang terdiri dari es, debu, dan partikel kecil seperti batu. Inti mereka bisa mencapai puluhan kilometer. "Komet ada di mana-mana, dan kadang-kadang dengan orbit yang sangat funky di sekitar Matahari. Di masa lalu, komet bahkan menabrak Bumi," kata Eistrup, dikutip Phys, Senin, 9 September 2019.

Eistrup mengatakan komet berbeda dalam komposisi, tapi biasanya dilihat hanya sebagai satu kelompok bola es. Oleh karena itu, Eistrup ingin tahu apakah komet memang satu kelompok, atau himpunan bagian berbeda.

Bersama tim peneliti di Leiden Observatory, termasuk pemenang Kavli Prize Ewine van Dishoeck, ia mengembangkan model untuk memprediksi komposisi kimia cakram protoplanet, cakram datar gas dan debu yang meliputi bintang-bintang muda. Memahami disk ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana bintang dan planet terbentuk.

Mudahnya, model-model Leiden ini ternyata membantu dalam mempelajari tentang komet dan asal-usulnya. "Bagaimana jika saya menerapkan model kimia yang ada untuk komet?" kata Eistrup yang menempuh gelar Ph.D. di Universitas Leiden.

Eistrup mengatakan akan menarik untuk membandingkan model kimia dengan data yang dipublikasikan tentang komet. "Untungnya, saya mendapat bantuan Ewine. Kami melakukan uji statistik untuk dijabarkan jika ada waktu atau tempat khusus di tata surya kita yang muda, di mana model kimia kita memenuhi data di komet," tutur Eistrup.

Ini terjadi, dan pada tingkat yang mengejutkan, di mana ternyata ke-14 komet menunjukkan tren yang sama. "Ada satu model yang paling pas untuk masing-masing komet, sehingga menunjukkan bahwa mereka berbagi asal mereka," Eistrup menjelaskan.

Dan asal usul itu ada di suatu tempat yang dekat dengan Matahari, ketika itu masih dikelilingi oleh piringan protoplanet dan planet-planet kita masih terbentuk. Model menunjukkan zona di sekitar Matahari, dalam rentang di mana karbon monoksida menjadi es yang relatif jauh dari inti Matahari muda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di lokasi-lokasi tersebut, suhunya bervariasi, mulai dari 21 hingga 28 Kelvin, yaitu sekitar minus 250 derajat Celcius. Itu sangat dingin, sehingga hampir semua molekul yang kita kenal adalah es.

"Dari model ini, kita tahu bahwa ada beberapa reaksi yang terjadi di fase es, walaupun sangat lambat, dalam rentang waktu 100.000 hingga 1 juta tahun. Tapi itu bisa menjelaskan mengapa ada komet berbeda dengan komposisi berbeda," ujar Eistrup.

Namun, jika komet berasal dari tempat yang sama, bagaimana mereka berakhir di tempat yang berbeda dan mengorbit di tata surya kita? Meskipun sekarang kita mengira mereka terbentuk di lokasi yang sama di sekitar Matahari, orbit beberapa komet ini bisa terganggu, misalnya oleh Jupiter.

Sebagai layaknya seorang ilmuwan, Eistrup menempatkan beberapa catatan untuk publikasi. "Dengan hanya 14 komet, sampelnya cukup kecil. Itulah sebabnya saya saat ini mencari data tentang lebih banyak komet. Untuk menjalankannya melalui model kami dan menguji hipotesis kami lebih jauh," tutur Eistrup.

Eistrup berharap bahwa para astronom yang mempelajari asal usul tata surya dan evolusinya dapat menggunakan hasilnya. Penelitiannya menunjukkan bahwa komet telah terbentuk selama periode yang mereka pelajari, sehingga informasi baru ini mungkin memberi mereka wawasan baru.

ASTRONOMY & ASTROPHYSICS | PHYS

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

1 hari lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.


Siklon Tropis Olga dan Paul Meluruh, Dua Gangguan Cuaca Menghadang Pemudik Saat Arus Balik

6 hari lalu

Penumpang Kapal Motor (KM) Dobonsolo menggunakan sepeda motor saat tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu, 14 April 2024. Kementerian Perhubungan memberangkatkan peserta mudik gratis pada arus balik Lebaran 2024 dengan rincian sebanyak 1.705 orang penumpang dan 663 unit sepeda motor melalui jalur transportasi kapal laut dari Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang tujuan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dengan menggunakan Kapal Pelni KM Dobonsolo. TEMPO/M Taufan Rengganis
Siklon Tropis Olga dan Paul Meluruh, Dua Gangguan Cuaca Menghadang Pemudik Saat Arus Balik

Cuaca di Indonesia selama periode arus balik mudik hingga sepekan mendatang masih dipengaruhi oleh dua gangguan cuaca skala sinoptik.


Perburuan Korona Saat Gerhana Matahari Total Hari Ini Kerahkan Pesawat Jet NASA

12 hari lalu

Pesawat jet riset WB-57 milik NASA. Foto: NASA
Perburuan Korona Saat Gerhana Matahari Total Hari Ini Kerahkan Pesawat Jet NASA

Para peneliti matahari telah menunggu bertahun-tahun untuk momen 4 menit gerhana matahari total di Amerika pada Senin pagi-siang ini waktu setempat.


Siang Ini Amerika dan Kanada Alami Gerhana Matahari Total, Begini Tahapan Terjadinya

12 hari lalu

Penampakan Gerhana Matahari Total yang diamati dari Pantai Airleu, Com, Distrik Lautem, Timor Leste, Kamis 20 April 2023. FOTO : Observatorium Astronomi ITERA Lampung  atau OAIL
Siang Ini Amerika dan Kanada Alami Gerhana Matahari Total, Begini Tahapan Terjadinya

Walaupun Indonesia tidak alami gerhana matahari total yang terjadi hari ini, tetapi ini merupakan fenomena menarik di dunia.


Gerhana Matahari Total 8 April Akan Sebabkan Ledakan di Matahari, Ini Penjelasan BMKG

13 hari lalu

Penampakan gerhana bulan sebagian atau Parsial di langit Jakarta, Minggu, 29 Oktober 2023. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) peristiwa gerhana bulan parsial terjadi saat posisi Bulan, Matahari dan Bumi sejajar membuat sebagian piringan bulan masuk ke umbra (bayangan gelap) Bumi sehingga saat puncak gerhana terjadi Bulan akan terlihat gelap sedikit kemerahan di bagian yang terkena umbra Bumi. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.
Gerhana Matahari Total 8 April Akan Sebabkan Ledakan di Matahari, Ini Penjelasan BMKG

Gerhana matahari total 8 April akan membuat ledakan-ledakan di matahari terlihat.


Inilah Wilayah yang Akan Terjadi Gerhana Matahari Total 8 April 2024

13 hari lalu

Penampakan Gerhana Matahari Total yang diamati dari Pantai Airleu, Com, Distrik Lautem, Timor Leste, Kamis 20 April 2023. FOTO : Observatorium Astronomi ITERA Lampung  atau OAIL
Inilah Wilayah yang Akan Terjadi Gerhana Matahari Total 8 April 2024

NASA telah mengumumkan akan terjadi gerhana matahari total pada 8 April 2024. Berikut lokasinya.


Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

15 hari lalu

Penampakan gerhana bulan sebagian atau Parsial di langit Jakarta, Minggu, 29 Oktober 2023. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) peristiwa gerhana bulan parsial terjadi saat posisi Bulan, Matahari dan Bumi sejajar membuat sebagian piringan bulan masuk ke umbra (bayangan gelap) Bumi sehingga saat puncak gerhana terjadi Bulan akan terlihat gelap sedikit kemerahan di bagian yang terkena umbra Bumi. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.
Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

Sistem yang disebut dengan kode astronomi TYC 2505-672-1 memecahkan rekor alam semesta untuk gerhana matahari terlama.


Peneliti BRIN Mendesain Kontainer 40 Kaki untuk Kapal Mini LNG

17 hari lalu

Desain Kontainer LNG BRIN (Dok. Humas BRIN)
Peneliti BRIN Mendesain Kontainer 40 Kaki untuk Kapal Mini LNG

Peneliti BRIN melakukan riset untuk mengembangkan kontainer ISO LNG untuk kapal pengangkut LNG mini.


Astronom BRIN Jelaskan Kemunculan Komet Setan Menjelang Lebaran

19 hari lalu

Komet 12P/Pons-Brooks terlihat setelah letusan besar pada 20 Juli 2023. Tanduk khas dalam letusan itu menjadikan komet ini disebut sebagai komet setan. Foto: Comet Chasers/Richard Miles
Astronom BRIN Jelaskan Kemunculan Komet Setan Menjelang Lebaran

Komet 12P/Pons-Brooks diperkirakan muncul bersamaan dengan peristiwa gerhana matahari total pada 8 April 2024. Mengapa disebut komet setan?


Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

22 hari lalu

Penampakan gerhana bulan sebagian atau Parsial di langit Jakarta, Minggu, 29 Oktober 2023. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) peristiwa gerhana bulan parsial terjadi saat posisi Bulan, Matahari dan Bumi sejajar membuat sebagian piringan bulan masuk ke umbra (bayangan gelap) Bumi sehingga saat puncak gerhana terjadi Bulan akan terlihat gelap sedikit kemerahan di bagian yang terkena umbra Bumi. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.
Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

Ahli Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengatakan informasi yang menybut Bumi akan mengalami kegelapan pada 8 April 2024 tidak benar.