Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

KontraS Sebut Kasus Karhutla Sebagai Kejahatan Ekosida Pemerintah

image-gnews
Perwakilan 12 organisasi masyarakat sipil mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi tentang darurat asap di wilayah Kalimantan dan Sumatera untuk segera diselesaikan, melakukan konferensi pers di Kantor Eksekutif Walhi Nasional, Jakarta Selatan, Senin, 16 September 2019. TEMPO/ Khory
Perwakilan 12 organisasi masyarakat sipil mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi tentang darurat asap di wilayah Kalimantan dan Sumatera untuk segera diselesaikan, melakukan konferensi pers di Kantor Eksekutif Walhi Nasional, Jakarta Selatan, Senin, 16 September 2019. TEMPO/ Khory
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut kasus kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di wilayah Kalimantan dan Sumatera merupakan kejahatan lingkungan yang dilakukan pemerintah.

"Saya menegaskan kita tidak bisa memandang persoalan ini sebagai persoalan biasa saja atau berulang. Ini adalah persoalan luar biasa. Ini adalah kejahatan Ekosida, ini kejahatan lingkungan," ujar Yati Andriani perwakilan KontraS, di Kantor Eksekutif Walhi Nasional, Jakarta Selatan, Senin, 16 September 2019.

KontraS merupakan salah satu organisasi masyarakat sipil yang memberikan pernyataan dalam bentuk surat terbuka kepada Presiden Joko Widono atau Jokowi untuk segera menyelesaikan masalah karhutla.

Seperti diketahui bahwa karhutla tersebut membuat kabut asap. Misalnya, di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, pada Ahad, 15 September 2019, kondisinya semakin pekat. Jarak pandang sejak pagi hari hingga pukul 17.00 WIB hanya berkisar 300-600 meter.

Yati menjelaskan bahwa karhutla merupakan peristiwa yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup panjang, mulai dari 1997.

"Ini bukan keberulangan, tapi ini adalah masalah yang tidak terselesaikan sejak lama. Masalah ini berdampak luar biasa terhadap ekosistem kita, tidak hanya hutan dan petani tapi terhadap manusia. Yang menjadi korban juga masyarakat sipil," tutur Yati.

Sementara di Pekanbaru, Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru kembali memperpanjang libur sekolah selama dua hari ke depan pada Senin dan Selasa, 16-17 September 2019, karena masih pekatnya kabut asap di kota itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Selain itu, begitu banyak hal yang terampas, hak mendapatkan udara bersih, hak untuk hidup, hak kesehatan, hak pemulihan dan bergerak secara bebas. Bahkan akses pendidikan karena sekolah yang diliburkan,"

Menurut Yati, karhutla berdampak pada begitu banyak teritori, sampai di Singapura dan Malaysia. "Ini kejahatan ekosida," Yati kembali mempertegas. "Kenapa terus terjadi, ini karena politik impunitas, kekebalan hukum terhadap korporasi yang melakukan kejahatan lingkungan."

Selain pidana terkait ganti rugi uang, Yati menambahkan, yang sering kali direduksi menjadi bantuan-bantuan, kasus tersebut juga memiliki mekanisme pidana yang tidak jelas. "Kalau negara ini tidak hadir dan mengelak, tapi kami bisa saja akan melaporkan PBB," ujar Yati.

Sementara dari Eksekutif Walhi Nasional Halisa Halid menjelaskan bahwa dirinya merasa campur aduk atas peristiwa karhutla yang terjadi. Dia mendapatkan kabar bahwa peristiwa itu sudah memakan korban yaitu bayi yang berusia empat bulan meninggal.

"Kita sedih, marah, kecewa dan campur aduk dengan situasi ini. Ini menunjukkan situasi darurat, korban yang merasakan paling banyak kelompok rentan, yaitu bayi atau balita, anak-anak, lansia yang mengalami resiko lebih besar dan itu sudah kita kami ingatkan," kata Halisa.

Halisa melihat pejabat publik berupaya mengingkari dan mencoba mencari kambing hitam dari kegagalan negara menarik pelaku dari kebakaran hutan dan lahan. "Temuan kami, titik api itu sebagian besar di konsesi, tapi yang dikambinghitamkan adalah masyarakat adat dan peladang. Ini membuat stigma negatif kepada masyarakat adat," tutur Halisa.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

3 hari lalu

Tiga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) tersangka pembunuhan dua sipil di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, 30 April 2023. Berdiri dari kiri ke kanan: Edison Sobolim (1), Yekson Sobolim (3), dan Nindo Mohi (5). Istimewa]
Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

Penyebutan OPM bisa berdampak negatif karena kurang menguntungkan bagi Indonesia di luar negeri.


Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

4 hari lalu

Kondisi terkini pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Foto: TPNPB-OPM
Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

Perubahan penyebutan istilah KKB jadi OPM menuai kritik dari sejumlah pihak. Apa saja kritik mereka?


Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

5 hari lalu

Panglima TPNPB KODAP XXXVI Oktahin Brigadir Jenderal Enos Awolmabin memberi keterangan perihal Jeffrey Pagawak Bomanak bukan pimpinan OPM. Foto: TPNPB-OPM
Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

Penggantian terminologi KKB menjadi OPM dinilai justru bisa membuat masalah baru di Papua.


KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

6 hari lalu

TPNPB-OPM klaim serang pasukan TNI-Polri di Titigi, Papua. Dokumentasi TPNPB OPM.
KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

KontraS mengatakan perubahan nama KKB menjadi OPM itu harus diikuti dengan jaminan perlindungan dari negara bagi masyarakat yang ada di Papua.


3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

15 hari lalu

(Dari kanan ke kiri) Erick Tandjung Ketua Bidang Advokasi AJI Erick Tanjung, Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, dan Tenaga Ahli Hukum Dewan Pers Hendrayana, dalam Konferensi Pers untuk merespon kasus penganiayaan seorang wartawan oleh tiga angota TNI-AL Posal Panamboang, di Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Kamis, 28 Maret 2024. Konpers digelar di Gedung Dewan Pers, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin, 1 April 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?


Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

17 hari lalu

Ilustrasi kekerasan. shutterstock.com
Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

Danlanal Ternate meminta maaf atas insiden kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Bacan, Halmahera Selatan.


KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

23 hari lalu

Kepala Divisi Bidang Korupsi dan Politik ICW Ego Primayoga (kanan) dan Peneliti KontraS Rozy Brilian (kiri) memberikan keterangan pada media usai mengantar surat permohonan keterbukaan informasi publik tentang Pemilu 2024 di KPU RI, Jakarta, Kamis, 22 Februari 2024. Dua organisasi itu mencatat sejumlah masalah pemilu seperti pelaporan dana kampanye partai politik maupun calon presiden tidak dapat diakses oleh masyarakat umum. TEMPO/ Febri Angga Palguna
KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

KontraS mengatakan perlu dilakukan evaluasi total seluruh langkah dan pendekatan keamanan yang selama ini berlangsung di Papua.


Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

27 hari lalu

Anggota Divisi Pemantau Impunitas KontraS Dimas Bagus Arya Saputra (tengah), tiga aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Ibu Sumarsih (kedua kiri), Bejo Untung (kedua kanan) dan Paian Siahaan (kanan) serta Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur (kiri) memberikan keterangan pers di Kantor KontraS, Jakarta, Kamis 24 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Reno Esnir
Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

KontraS mendatangi Kemenpan RB untuk memberikan catatan kritis RPP tentang manajemen ASN terutama pasal penempatan jabatan sipil oleh TNI-Polri.


MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

28 hari lalu

Terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti usai menjalani sidang putusan perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin 8 Januari 2024. Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Cokorda Gede Arthana dengan hakim anggota Muhammad Djohan Arifin dan Agam Syarief Baharudin memutuskan Haris Azhar dan Fatia bebas tidak bersalah. TEMPO/Subekti.
MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan putusan MK yang menghapus pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 merupakan angin segar bagi jurnalis.


Penyebab Kebakaran 10 Hektare Lahan di Karimun Kepulauan Riau Masih Misterius

28 hari lalu

Ilustrasi - Petugas gabungan dari Direktorat Sabhara Polda Sumatera Utara, KPH XIII Dolok Sanggul, KPH XIV Dairi dan KPH IV Toba berusaha memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Desa Simulop, Pangururan, Samosir, Sumatra Utara. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/WS/wsj.
Penyebab Kebakaran 10 Hektare Lahan di Karimun Kepulauan Riau Masih Misterius

Di tengah banyaknya bencana basar di Indonesia, masih ada 10 Ha lahan terbakar di Kepulauan Riau. Sebabnya belum diketahui.