TEMPO.CO, Jakarta - Serangan pesawat nirawak atau drone ke pipa minyak Saudi oleh kelompok Ansar Allah, atau dikenal sebagai Houthi diduga memakai teknologi drone milik Iran. Sebuah laporan kepada Dewan Keamanan PBB pada Januari 2018 menemukan bukti kuat bahwa drone yang diproduksi Houthi memiliki kemampuan yang hampir sama dengan UAV Qasef-1 Iran.
Aljazeera, baru-baru ini, mengungkapkan upaya Iran untuk memproduksi drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV/pesawat tanpa awak) dapat ditelusuri kembali ke 1980-an.
Drone primitif negara itu awalnya dirancang untuk memungkinkan Teheran melakukan operasi intelijen dan misi pengawasan. Namun, setelah berkembang dari waktu ke waktu, mereka melakukan tugas tambahan yang mencakup misi ofensif.
Hampir satu dasawarsa lalu, sebuah laporan yang tidak diklasifikasi tentang kekuatan militer Iran, menyatakan bahwa Teheran telah mengembangkan drone UAV untuk pengintaian dan penyerangan.
Bagi Iran, pengembangan drone memiliki beberapa keuntungan yang membuatnya kompatibel dengan pemikiran perang asimetris mereka. Iran manganggap drone relatif murah dan aman, karena tak berawak dan dapat dioperasikan dari jarak jauh. Selain itu, mudah menembus batas wilayah untuk melakukan pengintaian, misi pengawasan, bahkan melancarkan serangan ofensif.
Selain itu, drone memungkinkan Iran mendapatkan prestise dan memproyeksikan kekuatan di luar batasnya. Fakta bahwa mesin perang ini tidak rumit atau mahal membuat drone cukup menarik bagi Iran.
Meskipun sanksi AS mengganggu program drone Iran beberapa kali, itu tidak sama sekali menghentikannya. Selama bertahun-tahun, tentara Islamic Revolutionary Guard Corps
(IRGC) berhasil menghindari sanksi dan menyelundupkan komponen penting yang diperlukan untuk membuat drone dari beberapa negara seperti Jerman, Prancis, atau bahkan Amerika Serikat.
Dalam satu kasus, pihak berwenang di Frankfort mendakwa dua orang Jerman menyelundupkan 61 mesin pesawat buatan Jerman antara 2008 dan 2009 ke Iran untuk program drone Ababil III-nya. Iran pada akhirnya dapat menghasilkan lebih banyak drone daripada sebelumnya, tapi proses ini tidak bebas dari hambatan.
IRGC menghadapi banyak tantangan yang sebagian besar terkait dengan menciptakan infrastruktur komunikasi yang memadai untuk mengendalikan UAV, dan mempersenjatai drone dengan rudal. Sebagai buntut dari Rencana Aksi Bersama Komprehensif dari aksi nuklir antara pemerintahan Obama dan Iran pada 2015, Teheran memiliki kecenderungan mempercepat pengembangan drone-nya dan menyebarkan lebih banyak.
Dalam salah satu pernyataan terbarunya, Laksamana Muda Hossein Khanzadi, komandan Angkatan Laut Iran, mengklaim bahwa drone Iran mengawasi setiap kapal AS di wilayah tersebut. Menurutnya drone Iran memiliki jangkauan signifikan dan tidak memiliki batasan dalam komunikasi.
"Kami memiliki arsip lengkap gambar kapal Amerika yang mendekat dari jarak yang sangat jauh. Arsip besar dari hari ke hari dan bahkan pergerakan pasukan Amerika, baik di Teluk Persia atau laut Oman," kata Khanzadi.
Pernyataan seperti itu menunjukkan bahwa Teheran mampu mengatasi masalah terkait infrastruktur komunikasi. Namun diyakini bahwa hambatan terhadap program drone nasional adalah apakah drone menjadi lebih terintegrasi dalam doktrin militer negara itu.
Ancaman yang timbul dari strategi militer asimetris Iran sering diremehkan. Pendekatan tradisional, yang berargumen bahwa doktrin militer Teheran hanya bersifat defensif, mengabaikan fakta meskipun kekuatan militer konvensional Iran relatif lemah, rezim tersebut maju di Timur Tengah dalam dua dekade terakhir.
Iran berhasil meningkatkan kemampuan asimetris ofensif yang semakin berkembang, menggabungkan aset tanah, laut, dan udara asimetris seperti milisi bersenjata, kemampuan dunia maya, dan drone.
Lembaga intelijen pada 29 Januari 2019 menilai Iran terus mengembangkan dan meningkatkan berbagai kemampuan militer baru untuk menargetkan AS dan aset militer sekutu di kawasan itu. Termasuk drone UAV bersenjata, rudal balistik, ranjau laut canggih, kapal peledak nirawak, kapal selam dan torpedo canggih, serta rudal jelajah anti-kapal dan serangan darat.
NATIONAL INTEREST | ALJAZEERA