Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ini Alasan WWF Indonesia Usulkan Status Darurat Karhutla

Reporter

Editor

Yudono Yanuar

image-gnews
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meninjau penanganan kebakaran lahan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Pelalawan, Riau, Selasa, 17 September 2019. Sebanyak  5.600 personel telah datang ke Riau yang dikepung asap untuk memadamkan Karhutla. ANTARA
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meninjau penanganan kebakaran lahan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Pelalawan, Riau, Selasa, 17 September 2019. Sebanyak 5.600 personel telah datang ke Riau yang dikepung asap untuk memadamkan Karhutla. ANTARA
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - WWF Indonesia mengusulkan Indonesia darurat karhutla guna menyelamatkan hutan yang tersisa.  Usulan ini melihat kebakaran hutan dan lahan meluas di Sumatera dan Kalimantan menimbulkan kabut asap pekat.

Direktur Konservasi WWF-Indonesia Lukas Adhyakso dalam diskusi Indonesia Darurat Karhutla dan Upaya Penyelamatan Hutan yang Tersisa di Jakarta, Selasa, 17 September 2019, mengajak kepedulian semua pihak untuk memadamkan api mengingat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) semakin parah.

Berdasarkan data hasil monitoring Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sekitar 300.000 hektare hutan dan lahan sudah terbakar.

Penyebab kebakaran, menurut dia, sangat kompleks. Selain karena cuaca kering, kondisi alam yang buruk, kawasan yang begitu luas harus dijaga juga karena masih maraknya pembukaan lahan secara ilegal.

WWF-Indonesia, lanjutnya, sudah merasa kewalahan menangani kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sekitar fasilitas dan lokasi program konservasi yang dijalankan di Sumatera dan Kalimantan, contohnya seperti di Hutan Lindung Gambut Londerang di Jambi, sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Riau, sekitar Taman Nasional Tesso Nilo di Riau, sekitar Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah.

Kawasan-kawasan hutan tersebut, ia mengatakan selama ini mereka sudah  coba pertahankan untuk tidak terbakar, namun pihaknya kewalahan. Masih banyak wilayah lain yang saat ini juga masih terbakar.

“Kita perlu tingkatkan upaya bersama, dan supaya ini menjadi darurat karhutla Indonesia. Kita butuh semua pihak padamkan api bersama, dan ke depan perlu ditingkatkan kepedulian semua pihak agar kejadian seperti ini tidak berlanjut,” kata Lukas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Direktur Policy and Advocacy WWF-Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan berdasarkan data yang diperoleh Eyes of the Forest dalam tujuh hari terakhir, karhutla terlihat terjadi di wilayah konsesi maupun nonkonsesi. Kebakaran hutan dan lahan sejauh ini terjadi di wilayah Area Penggunaan Lain (APL) bahkan di wilayah yang merupakan area konservasi.

Area-area yang juga banyak terbakar terpantau terjadi di sekitar atau bersebelahan dengan konsesi, lanjutnya.

Karhutla, menurut Aditya, terjadi di lahan mineral maupun gambut, dan sama-sama terbakar yang diduga untuk pembukaan lahan. Kondisi yang membedakan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dengan negara lain yakni, lahan dibakar dalam konteks kesengajaan untuk kemudian dikuasai lahannya.

“Yang terjadi di Brazil sekarang ini mirip. Mereka membakar untuk dibuat ranch,” ujar Aditya.

Namun demikian, ia menegaskan upaya untuk memadamkan karhutla  di area gambut menjadi persoalan karena sangat sulit untuk dipadamkan. Jikapun lapisan atas padam, terkadang di bagian bawah masih menyala dan berpotensi menyebar semakin luas.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Temuan Baru Anak Badak Jawa di Ujung Kulon, KLHK: Masih Banyak Ancaman

7 hari lalu

Anak badak jawa yang lahir di Taman Nasional Ujung Kulon dan tertangkap kamera jebak pada Maret 2021. (ANTARA/HO-KLHK)
Temuan Baru Anak Badak Jawa di Ujung Kulon, KLHK: Masih Banyak Ancaman

Temuan individu baru badak Jawa menambah populasi satwa dilindungi tersebut di Taman Nasional Ujung Kulon. Beragam ancaman masih mengintai.


Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya Membaik, Gara-gara Mudik Lebaran?

7 hari lalu

Foto udara sejumlah kendaraan memadati Jalan Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ) di Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu, 6 April 2024. Polda Metro Jaya menyiapkan sistem buka tutup Jalan Layang MBZ saat arus mudik Hari Raya Idul Fitri 1445 H untuk mencegah kepadatan kendaraan saat pertemuan arus kendaraan dari  Tol Jakarta-Cikampek di KM 47 Karawang. ANTARA/Fakhri Hermansyah
Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya Membaik, Gara-gara Mudik Lebaran?

Selama tiga hari terakhir, bersamaan dengan mudik lebaran, 11 stasiun pemantau kualitas udara Jakarta dan sekitarnya mencatat membaiknya level ISPU.


Turut Dipicu Pasar Tumpah, Tambahan Sampah H-1 Lebaran di Depok Bisa Mencapai 180 Ton

8 hari lalu

Warga melintas di samping sampah yang meluber ke jalan di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS), Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Rabu, 12 Juli 2023. Sampah yang telah melebihi kapasitas hingga meluber ke satu lajur jalan itu imbas dari terlambatnya truk pembuangan sampah yang juga terhambat dalam pembuangan sampah di TPA Cipayung. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Turut Dipicu Pasar Tumpah, Tambahan Sampah H-1 Lebaran di Depok Bisa Mencapai 180 Ton

Sampah di Depok diprediksi bertambah hingga 180 ton dari hari biasa pada malam Lebaran. Muncul dari pasar tumpah.


KLHK: Ada Potensi Sampah 58 Juta Kilogram dari 2 Minggu Arus Mudik dan Balik Lebaran

10 hari lalu

Sejumlah petugas menyapu sampah yang berserakan di kawasan dermaga Pelabuhan Merak, Banten, (5/8). Banyaknya pemudik membuat banyaknya sampah karena kurangnya kesadaran para pemudik untuk menjaga kebersihan. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
KLHK: Ada Potensi Sampah 58 Juta Kilogram dari 2 Minggu Arus Mudik dan Balik Lebaran

KLHK menghitung potensi sampah hingga 58 juta kilogram dari mobilitas 193,6 juta penduduk dalam periode dua minggu arus mudik dan balik Lebaran 2024.


Kena Getah Penambangan Ilegal di IKN

15 hari lalu

Foto udara sejumlah kapal tongkang mengangkut material batu pecah di Kawasan Tambang Galian C di Palu, Sulawesi Tengah, Ahad, 12 Februari 2023. Hasil tambang tersebut menyuplai kebutuhan material seperti pasir, kerikil dan batu guna pembangunan infrastruktrur IKN. ANTARA/Mohamad Hamzah
Kena Getah Penambangan Ilegal di IKN

KLHK menjatuhkan denda Rp 1,34 miliar kepada pemilik konsesi PT Mandiri Sejahtera Energindo di areal IKN. Penambangan diduga dilakukan pihak lain.


Desa Welora Berpotensi Menjadi Destinasi Wisata Bahari Berkelanjutan

15 hari lalu

Pesona Welora. Dok. Yayasan WWF Indonesia/Muhammad Ramadhany
Desa Welora Berpotensi Menjadi Destinasi Wisata Bahari Berkelanjutan

Desa Welora di Maluku Barat Daya selama ini dikenal sebagai destinasi wisata selam wisatawan dalam negeri maupun mancanegara


365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

18 hari lalu

Sawit 2
365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.


Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

18 hari lalu

Shutterstock.
Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

Pemerintah mempercepat program pemutihan lahan sawit ilegal di kawasan hutan. Ditargetkan selesai 30 September 2024.


Koalisi Perlindungan Hewan Khawatir Penangkapan Monyet Ekor Panjang Picu Penyakit Zoonosis

22 hari lalu

Monyet ekor panjang (macaca Fascicularis) berinteraksi di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Minggu, 18 Februari 2024. Berdasarkan Internasional Union for Conservation Nature (IUCN) Monyet ekor panjang mengalami perubahan status dari rentan (vunerable) menjadi terancam punah (endangered) yang diprediksi populasinya akan menurun hingga 40 persen dalam tiga generasi terakhir atau sekitar 42 tahun akibat habitat yang mulai hilang serta perdagangan ilegal. ANTARA/Budi Candra Setya
Koalisi Perlindungan Hewan Khawatir Penangkapan Monyet Ekor Panjang Picu Penyakit Zoonosis

Penangkapan monyet ekor panjang untuk ekspor dikhawatirkan memicu zoonosis atau penyakit dari hewan.


Koalisi Perlindungan Satwa Global Desak KLHK Hentikan Ekspor Monyet Ekor Panjang

22 hari lalu

Monyet ekor panjang (macaca Fascicularis) berinteraksi dengan pengunjung di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Minggu, 18 Februari 2024. ANTARA/Budi Candra Setya
Koalisi Perlindungan Satwa Global Desak KLHK Hentikan Ekspor Monyet Ekor Panjang

Koalisi perlindungan hewan seluruh Asia melayangkan surat kepada KLHK. Menuntut penghentian ekspor monyet ekor panjang yang terancam punah.