TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan ada pertanda sebelum gempa kuat Kairatu di Pulau Maluku dan sekitarnya yang terjadi Kamis, 26 September 2019.
Pertanda itu berupa serentetan gempa kecil sebulan lalu. “Sejak 28 Agustus 2019 terjadi sebanyak 30 kali gempa,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, Jumat, 27 September 2019.
Penanda itu yang disebut gempa pendahuluan (foreshocks). Kekuatan rentetan gempa itu bermagnitudo 1,5 hingga 3,5. Setelah gempa utama terjadi gempa susulan. Hingga Jumat 27 September 2019 pagi pukul 06.00 BMKG mencatat 239 kali gempa susulan.
Gempa utama bermagnitudo 6,8 yang dimutakhirkan datanya menjadi 6,5 mengguncang Ambon dan sekitarnya di Maluku pada Kamis pagi, 26 September 2019. BMKG mencatat gempa itu terjadi sekitar pukul 06.46 WIB atau 08.46 WIT.
Lokasi pusat gempa berada pada koordinat 3.38 LS dan 128.43 BT, tepatnya sekitar 40 kilometer arah timur laut Ambon atau di daratan pulau itu. Sumber gempa berkedalaman 10 kilometer dan tidak berpotensi tsunami.
Guncangan gempa terasa berskala V MMI di Ambon dan Kairatu, juga di Paso dan Banda berskala II-III MMI dan Banda II MMI. Sekitar sejam kemudian muncul gempa bermagnitudo 5,6 pada pukul 7.39 WIB atau 9.39 WIT.
Pusat gempa berada pada kedalaman 10 kilometer. Koordinat sumber gempa ada pada titik 3.63 LS dan 128.36 BT tepatnya sekitar 18 kilometer arah timur laut Ambon. Selain merusak bangunan, gempa itu menimbulkan korban. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat hingga Jumat 27 September 2019 jumlah korban jiwa dari gempa kuat itu ada 23 orang.
BMKG menduga kuat pembangkit gempa itu adalah struktur sesar yang melintas di wilayah Kecamatan Kairatu Selatan. Dalam peta tektonik Pulau Seram tampak struktur sesar ini berarah barat daya-timur laut. Sesar ini memiliki pergerakan mendatar-mengiri. “Struktur sesar itu belum memiliki nama, sehingga kami namai Sesar Kairatu,” kata Daryono.
ANWAR SISWADI