TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia melalui Komite Buku Nasional atau KBN akan menjadi salah satu peserta dalam Frankfurt Book Fair (FBF) pada 16-20 Oktober 2019 di Jerman. Indonesia akan menampilkan berbagai buku pilihan dan budaya serta sejarah dalam ajang tersebut.
"Kami sudah siapkan buku yang berisi acara-acara untuk tampil di FBF. Acara ini sudah berubah dari ajang pameran buku saja menjadi pameran konten kreatif dan sekarang semakin banyak area yang disediakan untuk menampilkan pertunjukkan kebudayaan," ujar Laura Bangun Prinsloo, Ketua KBN di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019.
KBN akan menampilkan 350 judul buku pilihan, 10 penerbit dan tiga agen literasi dan konten kreatif, termasuk peluncuran buku komik tentang Raden Saleh, maestro seni rupa Indonesia yang pernah tinggal di Jerman. Buku berjudul "Lebend und Abenteuer des Raden Saleh" itu ditulis oleh Sejarawan Jerman, Werner Kraus, dan diproduksi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jerman.
Indonesia juga akan menampilkan alihwahana medium buku ke medium lainnya seperti kuliner, ilustrasi, fashion, hingga music. Selain itu juga ditampilkan para penulis Indonesia, yaitu Rio Johan, Soe-Tjen Marching, Goenawan Mohamad, Diana Rikasari, dan Feby Indirani.
"Sebelumnya 2016, Indonesia membawa pencak silat, tari, dan lain-lain kita malah dikomplain. Tapi FBF menyambut baik sehingga pada waktu Indonesia membuka tenda budaya itu disambut sangat baik oleh publik Jerman, dan sekarang disediakan tenda," kata Laura.
Tak hanya industri perbukuan, KBN juga mengupayakan untuk memperlihatkan potensi industri konten kreatif non-buku di Indonesia. KBN akan menyajikan kuliner dari Aku Cinta Makanan Indonesia yang diwakili oleh Santhi Serad dan Astrid Enricka, pakar kopi Indonesia Adi Taroepratjeka dan Ronald Prasanto.
Selain itu, kata Laura, akan ada penampilan musik dari Oppie Andaresta yang akan membawakan musikalisasi puisi dari karya Joko Pinurbo, serta empat seniman ilustrasi, Mayumi Haryoto, Evelyn Ghozalli, Antonio Reinhard Wisesa, dan Mohammad "Emte" Taufiq, yang akan melukis mural dan augmented reality di stan Indonesia selama pameran.
"Ini juga pertama kalinya KBN membuat katalog yang isinya produk IP untuk dijual lisensinya. Kita ingin menjual karakter anak bangsa ke produser dan lainnya agar bisa mempunyai nilai jual," tutur Laura. "Jadi ini peluangnya beragam, tujuannya supaya kita bisa selain menjadikan buku sebagai alat diplomasi budaya tapi juga bisa menjadi alat ekonomi."