TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mencatat tiga kali gempa bumi di darat berepisentrum di sekitar Sesar Opak, Bantul, Yogyakarta, pada 4-7 Oktober 2019.
"Kekuatan gempa relatif kecil, kurang dari 3 skala Richter," kata pengamat gempa bumi BMKG
Yogyakarta Ari Sungkowo di Yogyakarta, Selasa 8 Oktober 2019.
Ari menjelaskan, ketiga gempa tersebut terjadi pada 4 Oktober 2019 pukul 18.16 dengan kekuatan magnitudo 2,0. Episentrum pada 7.84 lintas selatan (LS),110.46 bujur timur (BT) atau 13 kilometer Timur Laut Bantul, Yogyakarta dengan kedalaman 13 kilometer.
Gempa kedua terjadi pada 6 Oktober 2019 pukul 02.09 WIB berkekuatan magnitudo 2,4 dengan lokasi 7.88 LS,110.44 BT atau 9 kilometer Timur Laut Bantul, Yogyakarta dengan kedalaman 19 kilometer.
Gempa ketiga terjadi pada 7 Oktober 2019 pukul 22.36 WIB berkekuatan magnitudo 2,1. Lokasi 7.84 LS,110.52 BT atau 16 km Barat Daya Klaten, Jawa Tengah dengan kedalaman 15 kilometer.
Jika disebut sesar Opak, maka ingatan masyarakat kembali pada peristiwa gempa besar di Bantul dan sekitarnya itu. Pada 27 Mei 2006 lalu terjadi gempa bumi besar di darat yang berepisentrum di sesar Opak. Gempa bumi berskala 5,9 SR tersebut berdurasi 57 detik.
Saat itu, gempa dirasakan oleh penduduk Pulau Jawa, dengan tingkat getaran tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan seperti Klaten, Purworejo, Magelang, Wonogiri dan kabupaten lain.
Dampak gempa tersebut terparah di Bantul (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Klaten (Jawa Tengah), dan tercatat 4.993 orang meninggal dunia, luka-luka 36.000 orang.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) pada 11 Juni 2006, total bangunan yang rusak di Yogyakarta dan Jawa Tengah mencapai ratusan ribu unit. Rinciannya, rusak berat 127.879 unit, sedang 182.382 unit dan ringan 261.219 unit.
Rumah yang rusak berat banyak terjadi di Kabupaten Bantul. Selain dekat dengan Episentrum gempa, banyak bangunan yang memang tidak dirancang tahan gempa. Selain itu berdasarkan pengamatan di lokasi gempa saat itu, banyak juga rumah yang bertembok yang tidak menggunakan semen.
Tetapi tembok batu bata yang disambung hanya dengan tanah liat, bukan semen. Rumah-rumah yang rusak itu mayoritas berada di kecamatan Pleret, Bantul yang dekat dengan Sesar Opak.
Menurut Busrofi, warga Pleret, Bantul, di kampungnya saat gempa 2006, ada tujuh orang meninggal dunia akibat gempa berkekuatan M 5,9 itu. Setiap tahun dilakukan doa bersama untuk mendoakan korban dan mengenang peristiwa dahsyat itu.
“Kami setiap tanggal 27 Mei memperingati gempa dengan mendoakan korban,” kata tokoh masyarakat Pandes, Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret itu.
MUH SYAIFULLAH