TEMPO.CO, Jakarta - Badai Hagibis mendekati Jepang pada Jumat, 11 Oktober 2019, berisiko melumpuhkan Ibu Kota Tokyo dengan hujan paling dahsyat dalam 60 tahun terakhir.
Bencana itu juga menunda Grand Prix Formula 1 dan Piala Dunia Rugby serta memunculkan kekhawatiran kekacauan transportasi.
Badai Hagibis, yang berarti cepat dalam bahasa Tagalog Filipina, akan mendarat di Pulau Honshu pada Sabtu besok, sebulan setelah badai terkuat mengguncang Jepang dalam beberapa tahun terakhir dan merusak 30.000 rumah dan menyebabkan aliran listrik padam.
"Badai mampu mencapai rekor curah hujan dan angin," kata pejabat di Badan Meteorologi Jepang (JMA) saat konferensi pers.
Badai tersebut dapat menjadi badai paling dahsyat yang menghantam Tokyo sejak 1958 dan masyarakat juga harus bersiap menghadapi gelombang tinggi dan badai, kata JMA.
Pejabat di Prefektur Chiba, sebelah timur Tokyo, yang paling parah terkena badai Faxai September lalu, memberitahu kepada masyarakat agar mempersiapkan pasokan makanan dan air untuk tiga hari ke depan.
Panitia Grand Prix Formula 1 Jepang membatalkan semua sesi latihan dan kualifikasi yang dijadwalkan pada Sabtu, menambahkan bahwa babak kualifikasi bakal digelar pada Minggu, sebelum balapan final berlangsung seperti yang direncanakan.
Kedatangan badai juga memaksa pembatalan dua turnamen Piala Dunia Rugby pada Sabtu, sementara itu pertandingan Minggu antara tuan rumah Jepang melawan Skotlandia diragukan.
Maskapai ANA juga turut membatalkan semua penerbangan domestik dari dan menuju Tokyo di dua bandara utama sejak Jumat malam. Layanan kereta, termasuk Shinkansen, tampaknya juga akan berhenti beroperasi selama akhir pekan, menurut keterangan operator.
REUTERS