TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Historia.id menggelar pameran asal-usul orang Indonesia. Pameran tersebut menampilkan hasil tes DNA yang sudah dilakukan sejak Juli sampai dengan akhir September 2019.
Dirjen Kebudayaan Hilman Farid menjelaskan bahwa ketika pertama kali disodori gagasan ini pertanyaan paling dasar adalah sering muncul ada asli dan pendatang. "Siapa sebenarnya orang asli Indonesia? Sampai ada pertanyaan apa memang ada orang asli Indonesia? Akhirnya siang ini kita akan mendengar uraian itu dari perspektif genetika," ujar Hilman di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Selasa, 15 Oktober 2019.
Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa dan 500 populasi etnik dengan budaya beragam. Tingginya keragaman bahasa, etnik dan budaya ini menimbulkan berbagai macam pertanyaan mengenai asal-asul manusia Indonesia.
Pameran tersebut akan digelar 15 Oktober-10 November 2019 di Museum Nasional, Jakarta Pusat. "Riset ini akan membuka lembaran tentang mengelola bangsa majemuk dan ini menjadi penting sekali. Bukan hanya sebatas tes DNA, tapi mempunyai makna yang lebih dari itu," kata Hilman.
Tes DNA dianggap mampu memberikan jawaban dan data ilmiah soal komposisi ras, penelusuran nenek moyang, bahkan hingga lini dengan kehadiran ras. Di Indonesia muncul pula studi terhadap 70 populasi etnik dari 12 pulau dengan menggunakan penanda DNA.
Hilman juga menjelaskan bahwa dirinya baru selesai mengadakan pekan budaya yang dihadiri banyak masyarakat yang berbeda. "Ini menegaskan sekali lagi semboyan kita Bhineka Tunggal Ika, ini yang kita pakai, tapi mungkin selama ini terlewat dan sekarang dalam pameran ini akan memperlihatkan keberagaman dan menjadi titik temu," tutur Hilman.
Pemimpin Redaksi Historia.id Bonnie Triyana menceritakan awal mula digelarnya acara tersebut. Dirinya melakukan diskusi dengan Kemendikbud karena merasa prihatin mengenai rasial yang diciptakan untuk kepentingan tertentu.
"Dalam 10 tahun belakang kita punya kontestasi politik dan ada identitas yang digunakan," kata Bonnie. "Takdir kita ini beragam, argumentasi histori itu jelas bahwa orang Indonesia datang dari Yunan itu jelas, kita punya beragam bahasa dan suku. Namun, argumentasi histori itu tidak cukup, karena sejarah sekarang bisa diplintir-plintir, sehingga kita harus punya cara untuk mempertegas bahwa kita ini beragam."
Kemudian, Bonnie juga bertemu dengan Deputi Penelitian Fundamental Eijkman Institute Herawati Sudoyo yang juga ahli DNA. Kita, kata Bonnie, ingin mempertegas melalui acara ini sehingga bisa melihat secara saintifik bahwa Indonesia ini beragam.
"Kita bekerja sama dengan laboratorium di Australia dan hasilnya mengejutkan, artinya dengan tes ini kita bisa melawan stigma yang digunakan untuk kepentingan jangka pendek dan membahayakan bangsa Infonesia," kata Bonnie. "Pesannya, orang Indonesia selama KTM dan Paspor Indonesia, ya kamu Indonesia, kamu taat pada Indonesia, tanpa melihat ras dan lain sebagainya."