TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat dalam dua hari terakhir terjadi empat kali gempa di Kepulauan Mentawai. Lindu terbaru muncul Rabu, 23 Oktober 2019 pukul 05.11.07 WIB bermagnitudo 5,2 sesuai pemutakhiran data. “Peningkatan aktivitas gempa di Kepulauan Mentawai ini tentu patut kita waspadai,” kata Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rabu.
Episenter atau titik sumber gempa terbaru berada di koordinat 2.49 LS dan 99.71 BT. Lokasinya di laut pada jarak 48 kilometer arah selatan Kota Tuapejat, Mentawai. Berkedalaman 27 kilometer, jenis gempanya tergolong dangkal. “Akibat subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia tepat di zona megathrust,” kata Daryono lewat keterangan tertulis.
Gempa yang bermekanisme pergerakan naik (thrust fault) itu dirasakan di Pulau Sipora dalam skala intensitas IV MMI. Guncangannya dirasakan oleh orang banyak. Sementara di Painan, Padang, dan Pariaman juga dirasakan dengan skala III MMI.
Di Padang Panjang, Sawah Lunto, Payakumbuh, Bukittinggi, Solok dirasakan dalam skala intensitas II MMI. Getarannya dirasakan beberapa orang dan benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
Gempa Rabu ini menurut Daryono merupakan bagian dari rentetan gempa yang terjadi Selasa, 22 Oktober 2019. Gempa Sipora bermagnitudo 5,2, muncul pukul 06.49.08 WIB, kemudian muncul lagi bermagnitudo 5,0 pada pukul 07.03.55 WIB, lalu bermagnitudo 3,6 pukul 15.24.41 WIB.
Sebaran titik pusat Gempa Sipora ini membentuk garis berarah barat-timur. “Mencerminkan aktivitas deformasi di bidang kontak antar lempeng di zona megathrust Mentawai,” kata Daryono. Fenomena ini perlu diwaspadai karena di zona ini aktif gempa dan memiliki sejarah gempa besar masa lalu.
Pada zona ini pernah terjadi gempa dahsyat pada 24 November 1833 yang diperkirakan kekuatannya bermagnitudo 9,0. Guncangannya terasa hingga ke Singapura dan Pulau Jawa. Tanggul penahan air danau yang merupakan dinding lereng Gunung Kaba juga jebol. Akibatnya air danau mendadak tumpah dan mengalir. Banjir bandang menghancurkan tujuh desa.
Gempa itu juga memicu tsunami yang menerjang pesisir Bengkulu dan Sumatra Barat dan merusak banyak rumah. Dermaga dan bangunan pelabuhan tersapu tsunami, beberapa kapal terhempas dan terlempar ke daratan.
Kemudian pada 13 September 2007 pernah terjadi gempa kuat bermagnitudo 7,1 dan 7,8. Sehari sebelumnya pada 12 September 2007 muncul gempa dahsyat bermagnitudo 8,4 di Bengkulu. Selain merusak banyak rumah, gempa itu memicu tsunami setinggi 2- 3 meter.