TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti LIPI Anggi Afriansyah menyatakan bahwa persoalan utama pendidikan di Indonesia adalah kurikulum. Anggi mengaku sepakat dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarin yang ingin merombak kurikulum pendidikan.
"Persoalan utama di pendidikan itu adalah tentang rumitnya kurikulum. Kalau bicara pendidikan, Indonesia mengalami perubahan berulang mengenai kurikulum, ada KTSP sampai sekarang Kurikulum 13," ujar Anggi kepada Tempo melalui sambungan telepon, Rabu, 6 November 2019.
Sebelumnya, Nadiem diminta oleh Presiden Jokowi agar reformasi besar-besaran dilakukan di lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Saya juga minta agar kita semuanya mendukung reformasi besar-besaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan juga di Kemenag,” kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas Penyampaian Program dan Kegiatan di Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di Kantor Presiden Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2019.
Anggi mengatakan, kurikulum di Indonesia tidak memperhatikan kualitas kondisi sosial dan keberagaman di Indonesia.
"Padahal itu amanat UU Sisdiknas yang harusnya berprinsip tidak diskriminatif. Tapi kenyataan tidak ada penerapan seperti itu," tutur Anggi.
Kemudian, Anggi melanjutkan, kondisi guru juga tidak sepenuhnya mendidik peserta didik, karena dibebankan untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). "Jadi mau mengajar membuat RPP dulu, padahal ketika mengajar, RPP-nya tidak digunakan semuanya. Jadi tidak hanya bicara satu sisi saja," kata Anggi.
Menurut Anggi Mendikbud tidak bisa membangun pendidikan sendiri, tapi harus bekerja sama dengan Pemda. Kurukulim itu masuk di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) khususnya Bab X tentang Kurikulum pasal 36, 37, dan 38. "Harus juga bekerja sama dengan Pemda yang punya wewenang juga mengenai infrastruktur," lanjutnya.
Anggi berharap Nadiem bisa membawa sesuatu yang baru di Indonesia. "Karena merombak kurikulum adalah terobosan dari presiden. Dan Nadiem kan bukan orang yang berasal dari ekosistem pendidikan, tapi diharapkan membawa hal baru, tapi kembali lagi bahwa Indonesia itu beragam, sehingga harus melihat aspek keberagaman itu," kata Anggi.
Dan yang terpenting, Anggi berujar, jangan sampai terjebak dengan pola pikir mengenai pendidikan yang siap menciptakan peserta didik untuk kerja, tapi harus diperhatikan juga dari segi sosial impact-nya.