TEMPO.CO, Bandung - Tenaga Ahli Pengembangan Pesawat Terbang PT Dirgantara Indonesia (DI), Andi Alisjahbana, meminta pemerintah turun tangan untuk memfasilitasi minat anak muda seperti Juju yang ingin membangun helikopter sendiri.
“Perbolehkan mereka membangun homebuilts. Kalau di Amerika itu publik boleh membuat pesawat, cuma membuatnya itu mesti berdasarkan satu kit atau gambar yang dirancang engineer yang bener,” kata dia saat dihubungi Tempo, Kamis, 14 November 2019.
Andi mengatakan Amerika memfasilitasi warganya yang ingin membuat sendiri pesawat terbang, tapi aktivitas tersebut berada di bawah kontrol lembaga EAA (Experimental Aircraft Association). Di negara tersebut diperjualbelikan kit berikut dokumen instruksinya untuk membangun pesawat sendiri. “Di Indonesia gak ada,” kata dia.
Andi mengatakan lembaga EAA tersebut yang menjadi kontrol dan mengawasi publik yang ingin membangun pesawat sendiri, tapi tetap tidak bisa sembarangan. Publik, misalnya, difasilitasi dengan aturan yang membolehkan penyediaan kit yang diproduksi khusus bagi mereka yang ingin membuat pesawat sendiri.
“Jadi kalau lihat di Amerika itu, mereka jual kit, entah itu tinggal pasang, atau juga ada yang incomplete, tapi di situ ada instruksi bagaimana membangunnya. Biasanya pesawat yang dibuat. Itu diperbolehkan, dan itu diperbolehkan terbang di wilayah tertentu, di kontrol lembaga yang namanya EAA, Experimental Aircraft Association,” kata Andi.
Andi mengatakan peran EAA tidak hanya itu. Lembaga itu juga yang memberi lampu hijau pesawat rakitan yang diperbolehkan untuk terbang. “Orang dari EAA akan periksa pesawat itu,” kata dia.
Kit atau kitplane tersebut juga bukan hal baru di Indonesia. Andi mengatakan, praktisi Pesawat Swayasa banyak yang memanfaatkannya. Kementerian Pendidikan juga sempat memboyong kitplane itu untuk menjadi bahan ajar di sejumlah STM Penerbangan di Indonesia.
“Kit ini kalau dilihat sederhana sekali. Cuma di belakangnya ada engineer yang memperhitungkan semuanya, perhitungan stabilitas, diynamic control, power yang dibutuhkan sudah dihitung, juga aerofill, itu bisa dibeli dan tinggal pasang,” kata Andi.
Andi khawatir, Juju membangun helikopter dengan melihat konten YouTube yang memperlihatkan pemasangan kitplane. “Saya takut dia melihat youtube begitu, lalu disangka dengan meniru bentuknya beres,” kata dia.
Andi mengatakan di Indonesia aktivitas semacam itu saat ini hanya dinaungi FASI atau Federasi Aerosport Indonesia. “Cuma masalahnya saya rasa FASI lebih tertarik sport-ya daripada membuat pesawatnya,” kata dia.
Menurut Andi, pemerintah seharusnya memberikan fasilitas dengan sedikitnya membuat panduan bagi publik yang ingin membuat pesawat sendiri ketimbang dibiarkan. Aktivitas Juju misalnya, bila diteruskan bisa membahayakan dirinya, tapi semangatnya jangan dikorbankan.
“Pemerintah kasih kesempatan, kasih arah, semangatnya jangan dimatikan. Kalau mau baik, dikasih output, mungkin dia punya keahlian mekanikal, ahli bubut, bisa bikin banyak hal, tapi untuk bisa bikin helikopter itu it’s more knowledge than mesin bubut. Knowledge itu dapat dari mana? Kalau di Amerika itu diberikan melalui engineer yang membuat kit,” kata Andi.
Andi mengingatkan, situasi Indonesia di masa awal sebelum mengenal teknologi pesawat juga mirip. Di zaman Nurtanio yang memulai pengembangan teknologi pesawat, hanya berbekal keahliannya sebagai pilot. “Kalau lihat sejarah, Pak Nurtanio bikin pesawat pakai mesin Harley. Semangat itu gak boleh dibuntuin, tapi mesti dikasih jalan,” kata dia.
AHMAD FIKRI