Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Peneliti Sebut Manusia Purba Lucy Tidak Lebih Pintar dari Kera

image-gnews
Manusia purba Lucy, dengan nama ilmiah Australopithecus afarensis. Kredit: Cleveland Museum of Natural History
Manusia purba Lucy, dengan nama ilmiah Australopithecus afarensis. Kredit: Cleveland Museum of Natural History
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi mengungkapkan bahwa nenek moyang manusia purba Lucy mungkin tidak lebih pintar dibandingkan kera besar saat ini seperti simpanse, gorila, dan orangutan. Lucy atau Australopithecus adalah salah satu manusia purba pertama, yang memiliki otak yang relatif kecil, tapi memiliki fitur kemiripan dengan manusia.

Sebelumnya, peneliti berasumsi bahwa Lucy memiliki kecerdasan yang mirip dengan kera besar, berdasarkan fakta bahwa mereka semua memiliki ukuran otak yang sama, demikian dikutip Daily Mail, baru-baru ini.

Namun, peneliti menemukan bahwa darah mengalir kurang cepat ke otak Australopithecine dibandingkan dengan kera besar modern. Bahkan, bukaan kecil seperti jendela arteri di tengkorak kera modern memungkinkan sebanyak dua kali lipat laju aliran darah ke otak.

Laju aliran darah ke otak diketahui sebagai indikasi laju metabolisme otak dan tingkat kecerdasannya. Menurut para peneliti, temuan menunjukkan bahwa kecerdasan berkembang jauh lebih cepat pada spesies manusia modern, kemungkinan sejalan dengan meningkatnya kompleksitas sosial.

Ahli biologi evolusi Roger Seymour dari University of Adelaide dan rekannya mengukur ukuran kanal yang melewati tengkorak kera besar yang hidup dan membandingkannya dengan yang ditemukan di tengkorak fosil leluhur manusia. Di antara spesies yang dipelajari para peneliti adalah gorila, orangutan dan kera, yang termasuk simpanse dan bonobo.

Mereka juga melihat manusia modern (Homo sapiens) dan sepupunya yang berusia tiga juta tahun, Australopithecus. Ukuran kanal-kanal ini menunjukkan tingkat di mana setiap hewan mampu memasok aliran darah ke otaknya, yang pada gilirannya, terkait dengan laju metabolisme dan kecerdasan otak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para peneliti menemukan bahwa gorila modern memiliki dua kali laju aliran darah di arteri yang melewati kanal-kanal itu dari pada Australopithecus, meskipun mereka semua memiliki ukuran otak yang sama. Selain itu, tim melaporkan bahwa kera berotak lebih kecil - terutama simpanse dan orangutan - memiliki tingkat aliran darah yang lebih tinggi ke otak mereka daripada Australopithecus.

Pada gilirannya, hal ini memberi kesan bahwa Australopithecus seperti Lucy kurang cerdas daripada simpanse, gorila, dan orangutan modern. "Hasilnya meragukan gagasan bahwa sifat-sifat neurologis dan kognitif kera besar baru-baru ini secara memadai mewakili kemampuan spesies Australopithecus," tulis para peneliti makalah mereka.

Fakta bahwa gorila memiliki dua kali laju aliran darah otak daripada Australopithecus adalah mengejutkan, demikian para peneliti mencatat dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B. "Australopithecus ditempatkan di antara kera besar dan manusia berdasarkan beberapa langkah yang berkaitan dengan otak dan kecerdasan," tambah mereka.

DAILY MAIL | PROCEEDINGS OF THE ROYAL SOCIETY B

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

1 hari lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan seringkali tidak mendapatkan hak akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya di dalamnya.


Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

2 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

Pencabutan publikasi penelitian Gunung Padang didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.


Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

10 hari lalu

National Aeronautics and Space Administrationcode (NASA) atau Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat menyoroti perubahan kawasan hutan di Kalimantan setelah adanya pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN. Foto : NASA
Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, adalah Ibu Kota Negara atau Nusantara.


Muhammadiyah Usul Meniadakan Sidang Isbat Awal Ramadan, Ini Tanggapan Peneliti BRIN

20 hari lalu

Sejumlah guru dan santri menyiapkan teleskop untuk memantau hilal di Masjid Al-Musyari'in, Jakarta Barat, Jumat, 1 April 2022. Pemantauan hilal tersebut guna menentukan awal Ramadhan 1443 Hijriah. Sementara untuk hasil Sidang Isbat penentuan awal Ramadhan akan diumumkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Muhammadiyah Usul Meniadakan Sidang Isbat Awal Ramadan, Ini Tanggapan Peneliti BRIN

Sidang isbat menjadi forum musyawarah para pihak, seperti pakar, ulama, dan ormas untuk membahas hisab dan rukyat.


Peneliti BRIN Temukan Kepiting Tiga Warna di Gunung Kelam Kalimantan Barat

20 hari lalu

Foto kepiting tiga warna Lepidothelphusa jenis baru dengan nama Lepidothelphusa menneri yang ditemukan di Gunung Kelam, Kalimantan Barat. Dok. Humas BRIN
Peneliti BRIN Temukan Kepiting Tiga Warna di Gunung Kelam Kalimantan Barat

Kepiting tiga warna ini hidup di tepi anak sungai yang dangkal dengan substrat kerikil dan batu.


Peneliti BRIN: Kriteria Baru MABIMS Berpengaruh pada Penentuan Awal Ramadan

21 hari lalu

Sejumlah astronom memindahkan peralatan saat hujan turun dalam pengamatan hilal di halaman observatorium Al Biruni di Kampus Unisba, Bandung, Jawa Barat, 22 Maret 2023. Kementerian Agama menyatakan secara astronomis posisi hilal di Indonesia sudah memenuhi kriteria hingga awal Ramadan 1444 diperkirakan jatuh pada 23 Maret 2023. TEMPO/Prima mulia
Peneliti BRIN: Kriteria Baru MABIMS Berpengaruh pada Penentuan Awal Ramadan

Perbedaan awal bulan hijriah seperti Ramadan karena perbedaan kriteria hilal.


Peneliti UI Datangi Lokasi Temuan Batu Berlapis Dikira Situs Kuno di Rejang Lebong

25 hari lalu

Batu berlapis yang ditemukan di Desa Kampung Melayu, Kecamatan Bermani Ulu, Kabupaten Rejang Lebong. ANTARA/HO-Diskominfo Rejang Lebong
Peneliti UI Datangi Lokasi Temuan Batu Berlapis Dikira Situs Kuno di Rejang Lebong

Tim peneliti UI bergabung dengan peneliti dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu-Lampung


Tim Peneliti Ungkap Rahasia Kimia dan Gen di Balik Rasa Jeruk Manis

26 hari lalu

Ilustrasi jeruk dan jus jeruk. Shutterstock
Tim Peneliti Ungkap Rahasia Kimia dan Gen di Balik Rasa Jeruk Manis

Sekarang kita tahu apa yang membuat jeruk berasa jeruk manis. Menolong untuk mendapatkan hibrida yang toleran penyakit dengan rasa yang tetap.


Peneliti Cina Meriset Antarktika, Mengebor Danau Subglasial Kedalaman 3.600 Meter

26 hari lalu

Cina membangun pusat penelitian Brasil di Antarktika senilai US$ 100 juta. [SOUTH CHINA MORNING POST]
Peneliti Cina Meriset Antarktika, Mengebor Danau Subglasial Kedalaman 3.600 Meter

Kelompok peneliti dari Cina akan mengebor danau subglasial besar di bawah kedalaman es Antarktika


Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

29 hari lalu

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin saat ditemui seusai acara Media Lounge Discussion perihal cuaca ekstrem, Rabu 31 Januari 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

Peneliti di BRIN ini paparkan tiga fenomena cuaca ekstrem yang dulu tak dibayangkan bakal bisa terjadi di Indonesia