TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI memprediksi bahwa masa transisi kependudukan di ibu kota baru dapat menimbulkan berbagai persoalan baru.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Herry Yogaswara dalam seminar "Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara dan Implikasinya terhadap Kehidupan Sosial Penduduk".
“Persoalan-persoalan tersebut dapat muncul karena adanya dinamika antar etnis, agama, budaya dan ketimpangan antarwilayah,” ujar Herry, di Ruang Seminar Widya Graha LIPI, Jakarta Selatan, Kamis, 28 November 2019.
Agustus 2019, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan keputusan untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.
Proses perpindahan dinilai akan memberikan banyak dampak dalam berbagai sisi, termasuk sosial kependudukan.
Menurut Harry, permasalahan tersebut perlahan sudah muncul seiring pembicaraan proses pindah ibu kota baru di Kalimantar Timur. Ada beberapa media yang mengabarkan konflik yang dikaitkan dengan ibu kota baru.
“Ada kelompok masyarakat yang mulai menggugat kalau ada ibu kota negara, jadi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Yang menarik masyarakat adat ingin diakui dulu,” kata Herry yang juga pakar kependudukan dan lingkungan. “Kemudian ada kekerasan antar masyarakat, tapi yang menarik menjadi pertarungan antar suku.”
Bahkan, Harry melanjutkan, narasi di media kalau bicara apapun yang terjadi di Kalimantan Timur, misalnya ada kebakaran hujan dan banjir, semuanya dikatakan bahwa itu terjadi di calon ibu kota negara baru.
Namun, perubahan tersebut tidak akan dapat dihindari, baik dalam segi kualitas dan kuantitas penduduk, budaya, agama, ekonomi, politik dan ketimpangan sosial. “Pembahasan ini penting untuk mengatisipasi potensi konflik serta merumuskan langkah-langkah strategis yang dapat menjadi rekomendasi kebijakan pemerintah dalam proses pemindahan ibu kota negara,” kata Herry.
Ketua Umum Koalisi Kependudukan Indonesia Sonny Harry B. Harmadi menjelaskan bahwa tujuan pemindahan ibu kota harus tercapai. Karena, kata dia, beberapa kali Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa Indonesia harus berubah dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris.
“Dan dengan pindah ibu kota nanti harus terbukti bahwa Indonesia akan lebih merata, Indonesia akan lebih adil dan pemerataan pembangunan akan tercapai,” tutur Sonny.
Namun, Sonny menambahkan, untuk mencapai hal tersebut maka kita harus berfikir dalam konteks bagaimana pembangunan di daerah atau ibu kota baru bisa berjalan baik. “Maka konsep yang harus kita kembangkan di sana adalah pemberdayaan masyarakat, masyarakat harus terlibat dengan baik dari mulai proses perencanaan sampai dengan proses pelaksanaan,” kata Sonny.