TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Ph.D UniSA Alicia Pollett, di bawah pengawasan Associate Professor Geology and Geochemistry Tom Raimondo mengungkapkan panas dari daratan di bawah lapisan es Antartika merupakan hal utama yang membuat gletser mencair dan mengalir.
Dampaknya terhadap kenaikan permukaan laut sangat potensial, karena kondisi yang lebih panas memungkinkan air lelehan untuk melumasi dasar gletser, mempercepat pergerakannya dan tingkat kehilangan es.
"Temuan penelitian akan memungkinkan para ilmuwan untuk lebih akurat memperkirakan efek aliran panas geotermal dari kerak Antartika pada es di atas," ujar Pollett, seperti dikutip laman Phys, Senin, 2 Desember 2019.
Penelitian oleh UniSA menantang asumsi dan menunjukkan para ilmuwan mungkin telah meremehkan panas yang dihasilkan oleh batuan dasar di Antartika Timur.
Mereka menggunakan sampel program pengeboran Departemen Pertambangan & Energi Geoscience Australia/SA di Australia bagian paling barat jauh, Australia Selatan, daerah yang disebut Provinsi Coompana, untuk memperkirakan aliran panas di Antartika Timur. Australia dan Antartika Timur digabungkan 160 juta tahun yang lalu.
"Ini adalah langkah pertama menuju peta aliran panas yang lebih representatif dari kerak Antartika, yang akan membantu komunitas ilmiah untuk lebih akurat memprediksi kenaikan permukaan laut yang disebabkan oleh pencairan es," kata Pollett.
Sebelumnya para ilmuwan berasumsi nilai tetap untuk jumlah panas yang dihasilkan oleh kerak bumi di Antartika, seolah-olah batuan dasar itu seragam padahal sebenarnya sangat bervariasi. Karena itu logistik mengakses batuan dasar melalui es hingga beberapa kilometer.
Menurut Raimondo, temuan menunjukkan bahwa ada variabilitas signifikan dalam panas yang dihasilkan oleh batuan dasar di Australia selatan yang sebelumnya bergabung dengan Antartika.
"Karena Antartika Timur dan Australia selatan pernah menjadi bagian dari daratan yang sama, hampir seperti dua keping puzzle yang sama, kami dapat memperkirakan data dari garis pantai Australia ke garis pantai yang cocok di Antartika dengan tingkat kepercayaan yang tinggi," tutur Raimondo.
Penelitian tersebut menyediakan model yang lebih kuat untuk aliran panas di Antartika Timur. Hasilnya menunjukkan bahwa ilmuwan meremehkan jumlah panas yang dihasilkan dari radiasi yang terjadi secara alami di bebatuan di bawah Antartika Timur.
"Artinya bahwa area luas berpotensi lebih rentan terhadap pergerakan lapisan es dan percepatan pencairan daripada yang kita duga sebelumnya," lanjut Raimondo.
Batuan di bawah lapisan es menghasilkan panas karena mengandung sejumlah kecil unsur uranium, thorium, dan kalium, yang mengalami peluruhan radioaktif alami untuk melepaskan panas. Meskipun belum dimungkinkan mendapatkan sampel inti batuan dasar di Antartika, gletser itu melayani tujuan yang berguna dalam mengekspos batuan di pangkalan mereka.
Raimondo mengatakan sampel ini, termasuk beberapa yang dikumpulkan pada ekspedisi yang dipimpin oleh Sir Douglas Mawson antara tahun 1911 dan 1914. Dan memungkinkan untuk mengembangkan virtual drillcore yang dapat digunakan untuk membantu menghitung peta aliran panas.
"Ambisi kami berikutnya adalah untuk menghasilkan peta berbasis web yang berisi kompilasi dari semua data geologi yang diterbitkan," tambah Raimondo. "Dan warisan dari beberapa dekade penelitian di Antartika untuk membuatnya tersedia bagi semua peneliti."
Makalah penelitian, aliran panas di selatan Australia dan koneksi dengan Antartika Timur, diterbitkan dalam jurnal Geochemistry, Geophysics, Geosystems.
PHYS | GEOKIMIA GEOFISIKA GEOSYSTEMS