TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Brodjonegoro, akan menyiapkan road map untuk menciptakan peneliti yang bisa meraih penghargaan Nobel.
“Ketika warga negara suatu bangsa mendapatkan Nobel, itu tidak hanya meningkatkan prestise dari individu atau pribadi tapi juga meningkatkan derajat dari bangsanya. Karena Indonesia belum ada pemenang Nobel, bahkan keturunan Indonesia-pun belum ada, maka kita harus menyiapkan road map-nya,” katanya dalam sambutannya di acara Simposium Riset-Pro, di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2019.
Menurut Bambang, bangsa yang memiliki ilmuwan yang bisa meraih Nobel akan dilihat sebagai bangsa yang sudah dalam level terbaik di dunia untuk bidangnya. Tidak hanya akan melibatkan peneliti Indonesia yang ada di Indonesia, tapi Bambang juga akan melibatkan diaspora yang ada di luar negeri.
“Road mapnya mau kita bangun, kita ada tahapannya lah, mungkin tidak dalam waktu lima tahun ini, tapi harus dipersiapkan dari sekarang, harus dipimpin upayanya,” tutur Bambang. “Tidak bisa mengandalkan kepada individu-individu atau lembaga-lembaga secara sendiri-sendiri.”
Selain itu, Bambang mengakui bahwa diaspora Indonesia merupakan orang-orang yang cerdas. Namun jika mereka berupaya sendiri tanpa dukungan negara dan pemerintah maka dorongannya menjadi kurang kuat.
“Kita menyiapkan road map-nya, saya tidak berani bilang dalam lima tahun akan ada yang mendapatkan Nobel, tapi kita harus kita siapkan. Karena sampai sekarang kita belum menyiapkan secara terorganisir,” tuturnya.
Ketua Alumnis Program Riset-Pro Nugraha Aji Sasongko yang juga perekayasa dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Bambang mengenai masa depan riset Indonesia cukup relevan.
“(Memang) harus dibikin road map-nya untuk peneliti Indonesia mendapatkan Nobel. Dulu kalau tidak salah Menristek zaman SBY, sempat bikin model kayak road map, tapi hilang lenyap begitu saja,” kata Nugraha. “Mungkin karena isu penggabungan ristek sama dikti, sekarang kan isunya BRIN dan ristek.”
Nugraha menceritakan, peraih Hadiah Nobel 2019 bidang ekonomi Esther Duflo meneliti SD Inpres di Indonesia dengan judul “Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from an Unusual Policy Experiment,” yang diterbitkan dalam jurnal American Economic Review tahun 2001.
“Itu kan kayak nohok kita sendiri, orang lain meneliti tentang Indonesia mendapat Nobel, kita sendiri gimana. Jadi kelihatan kayak riset-riset kita tidak dibaca dunia. Kalau masuk screening Nobel kan artinya masuk prioritas riset unggulan di dunia, artinya memiliki impact yang besar,” tutur Nugraha.
Menurut Nugraha, apa yang disampaikan Bambang tentang Nobel akan menjadi pemicu semangat bagi para peneliti di Indonesia. “Saya yakin iya (pemicu semangat), terutama yang di bidang riset-riset yang fundamental,” ujar Nugraha.