Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Arkeolog Belum Satu Kata tentang Asal-Usul Babi di Papua

image-gnews
Temuan gigi babi dan gerabah di situs Yomokho, Danau Sentani, Jayapura, 9 Oktober 2019. (Dok. Hari Suroto/Balar Papua)
Temuan gigi babi dan gerabah di situs Yomokho, Danau Sentani, Jayapura, 9 Oktober 2019. (Dok. Hari Suroto/Balar Papua)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta- Penelitian di situs-situs arkeologi di Kawasan Danau Sentani, Situs Fromadi, Sarmi maupun Situs Momorikotey di Pulau Kapotar, Kepulauan Moora, Nabire, Papua berhasil menemukan gigi babi. Gigi babi ditemukan di permukaan tanah maupun dalam ekskavasi. 

Arkeolog dari Balai Arkeologi Papua Hari Suroto menjelaskan bahwa kehadiran manusia pertama kali di Papua sekitar 50.000 tahun lalu, tapi hewan mamalia yang diintroduksi baru tiba belakangan. "Kontroversi masih tetap ada perihal waktu kedatangan babi pertama, suatu unsur integral dalam banyak budaya lokal. Babi di Papua saat ini dikenal sebagai jenis Sus Scrofa Papuensis," ujar dia kepada Tempo, Selasa, 17 Desember 2019.

Babi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya di daerah dataran tinggi Papua. Namun, sampai hari ini masih saja terjadi persilangan pendapat antar para ahli mengenai kapan pertama kali babi masuk di Papua. Waktu yang diajukan sebagai saat pertama kali masuknya babi ke Papua sekitar 10.000 tahun lalu, bukti lain mengajukan 6.000 tahun lalu, tapi belum bisa dipastikan secara definitif.

Jenis babi yang kini sudah indigenous atau asli kemungkinan persilangan antara babi hutan biasa, Sus scrofa dan yang datang atau diintroduksi dari Sulawesi yakni babi hutan Sulawesi, Sus celebensis, yang dahulunya merupakan jenis endemik Sulawesi. Babi-babi ini dipelihara, hingga kini masih menjadi simbol status dan sumber kemewahan atau kekayaan untuk semua daerah di pedalaman dataran tinggi.

Meski ditemukan tulang babi dari zaman pra-Austronesia di beberapa situs arkeologi di Papua Nugini, belum mendapat pengakuan internasional tentang keabsahannya. "Walau hasil temuan itu belum sepenuhnya diakui, namun berbagai pihak setidaknya sepakat bahwa babi di Papua diperkirakan terbagi atas dua fase," kata Hari.

Fase pertama terjadi sekitar 6.000 tahun lalu, artinya sebelum orang Austronesia. Fase kedua adalah masa masuknya babi dan penyebarannya secara besar-besaran sebagai hewan hasil domestikasi (hewan yang sudah dijinakkan).

Kemungkinan besar hal ini terjadi ketika ada babi-babi liar yang berhasil melintasi lautan dan sampai di Papua. Atau, bisa juga babi-babi ini dibawa oleh imigran yang tiba di Pulau Papua sesudah kedatangan orang Papua, tapi sebelum kedatangan orang Austronesia.

Atau ada kemungkinan juga bahwa babi-babi itu dibawa masuk oleh orang Papua sendiri dalam kurun waktu yang relatif belum terlalu lama. Dan barangkali ada orang Papua yang mengadakan migrasi kembali ke tiga wilayah di Indonesia: Halmahera, Alor dan Timor, saat kembali ke Papua, mereka membawa babi-babi dari ketiga tempat ini bersama mereka.

"Dengan berbagai kemungkinan itu, tetap saja belum ada satu jawaban yang benar-benar diterima dan dianggap sebagai jawaban yang memuaskan terhadap pertanyaan kapan babi pertama kali masuk di Papua," tutur Hari. "Terlepas dari semua itu, semua data penelitian ilmiah tentang masuknya babi di Papua selalu mengindikasikan waktu di atas 4.000 tahun yang lalu."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan kata lain, tak ada data ilmiah tentang keberadaan babi di Papua sebelum 4.000 tahun yang lalu. Walaupun belum ada waktu pasti tentang kapan pertama kali babi masuk ke dataran tinggi Papua, tetap bisa dipastikan bahwa babi (bersama anjing dan ayam) dibawa masuk ke Papua oleh penutur Austronesia pada 1500 hingga 1000 SM.

Babi, Hari melanjutkan, di berbagai tempat di Papua tidak hanya sekadar sebagai sumber pendapatan belaka. Tapi juga menjadi simbol status kekayaan. "Babi digunakan dalam acara tukar daging babi dan dagingnya selalu menjadi menu utama dalam setiap acara pesta jamuan yang mereka adakan," kata dia.

Selain sebagai sumber protein, babi di Papua juga bagian dari ritual. Babi peliharaan telah dan tetap menjadi simbol prinsip nyata akan kemakmuran material di wilayah pegunungan Papua. Pembantaian sejumlah besar babi masih merupakan bagian penting dalam ritual setempat, sebagai tolak ukur kemakmuran sosial dan ekonomi.

Tradisi menyantap babi telah menjadi ikatan sosial dan religi bagi penduduk Papua secara luas. Pembagian daging babi yang sudah dimasak menentukan besarnya nilai pentingnya tradisi mereka dalam melaksanakan ikatan antara klan. Sepanjang perayaan, masyarakat Papua di dataran tinggi akan mengkonsumsi daging babi.

"Dalam tradisi masyarakat pegunungan Papua, babi menjadi simbol kekayaan, bahkan lambang kekuasaan. Babi merupakan prasyarat utama dalam setiap pesta kawin maupun pesta jamuan. Untuk pesta kawin, babi termasuk mas kawin yang sangat penting nilainya," katanya.

Sedang, dalam jamuan, daging babi dibagi-bagikan sebagai simbol persaudaraan dan persekutuan. Memasak babi serta memerciki para tamu dengan darah babi sebagai tanda persahabatan.

Suku Dani tidak makan daging babi setiap hari. Orang Dani jarang memotong babi hanya dengan tujuan ingin makan dagingnya. Memotong dan memakan babi selalu terikat pada peristiwa sosial yang penting, seperti upacara pembakaran mayat, perkawinan, dan upacara inisiasi.

Di wilayah dataran tinggi, jumlah babi yang dipotong menjadi tolok ukur tentang seberapa penting orang yang meninggal. Semakin banyak babi yang dipelihara, semakin tinggi pula gengsi serta nilai kekayaan pemiliknya. "Sebagian dari kekayaan ini biasanya digunakan untuk memperbanyak jumlah istri sebagai tanda meningkatnya poligami termasuk peningkatan status dan pengaruh politik," tuturnya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

1 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

Pencabutan publikasi penelitian Gunung Padang didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.


Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

2 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

Topik tentang pencabutan artikel Gunung Padang bisa mencoreng nama penulis dan reviewer menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.


Piramida Purba di Gunung Padang, Begini Suara Kontra Arkeolog Asing

3 hari lalu

Lanskap situs megalitik Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Facebook/Danny Hilman Natawidjaja
Piramida Purba di Gunung Padang, Begini Suara Kontra Arkeolog Asing

Arkeolog asal Singapura ini lega publikasi laporan penelitian situs Gunung Padang ditarik penerbit jurnal. Sebut kental pseudoarchaeological.


Publikasi Gunung Padang Piramida Tertua di Dunia Dicabut, Penelitinya: Saya Nyaman-nyaman Saja

3 hari lalu

Menhir situs megalitik Gunung Padang yang sudah terlilit akar di Desa Karyamukti, Cianjur, Jawa Barat, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Publikasi Gunung Padang Piramida Tertua di Dunia Dicabut, Penelitinya: Saya Nyaman-nyaman Saja

Dia mengaku nyaman-nyaman saja saat pertama mendengar kepastian laporan penelitian situs Gunung Padang dicabut publikasinya dari jurnal ilmiah.


Rencana Tim Peneliti Situs Gunung Padang Setelah Pencabutan Publikasi dari Jurnal

6 hari lalu

Publikasi hasil penelitian situs Gunung Padang Cianjur yang dicabut dari jurnal ilmiah Wiley Online Library. Istimewa
Rencana Tim Peneliti Situs Gunung Padang Setelah Pencabutan Publikasi dari Jurnal

Tim peneliti situs Gunung Padang akan mengirimkan penelitian yang dicabut Willey Online Library ke jurnal lagi, namun dalam bentuk berbeda.


Arkeolog Situs Gunung Padang Tak Hormati Vonis Pencabutan Laporan dari Jurnal, Kenapa?

6 hari lalu

Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur. TEMPO/DEDEN ABDUL AZIZ
Arkeolog Situs Gunung Padang Tak Hormati Vonis Pencabutan Laporan dari Jurnal, Kenapa?

Tim peneliti Gunung Padang sedang berkoordinasi apakah akan menempuh mekanisme pengaduan ke komite etik yang mewadahi jurnal internasional.


Publikasi Ilmiah Situs Gunung Padang Dicabut dari Jurnal, Ini Alasannya

7 hari lalu

Wisatawan mengunjungi teras bawah situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. Saat ini, wisatawan hanya diperkenankan mengunjungi teras punden berundak paling bawah. TEMPO/Prima Mulia
Publikasi Ilmiah Situs Gunung Padang Dicabut dari Jurnal, Ini Alasannya

Wiley Online Library mengumumkan mencabut publikasi artikel ilmiah berisi hasil penelitian situs megalitik Gunung Padang di Cianjur dari jurnalnya.


Peneliti UI Datangi Lokasi Temuan Batu Berlapis Dikira Situs Kuno di Rejang Lebong

24 hari lalu

Batu berlapis yang ditemukan di Desa Kampung Melayu, Kecamatan Bermani Ulu, Kabupaten Rejang Lebong. ANTARA/HO-Diskominfo Rejang Lebong
Peneliti UI Datangi Lokasi Temuan Batu Berlapis Dikira Situs Kuno di Rejang Lebong

Tim peneliti UI bergabung dengan peneliti dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu-Lampung


Mengenal 12 Shio dan Maknanya dalam Kalender Cina

48 hari lalu

Ilustrasi shio. Foto: Freepik.com/Zale
Mengenal 12 Shio dan Maknanya dalam Kalender Cina

Setiap shio mencerminkan sifat dan karakteristik unik yang diyakini mempengaruhi nasib seseorang berdasarkan tahun kelahirannya.


Arab Saudi Temukan Ribuan Artefak pada Awal Periode Islam

51 hari lalu

Pengunjung melihat koleksi museum di Museum Almoudi, Mekkah, Arab Saudi, Jumat 28 Oktober 2022. Museum tersebut berisikan berbagai properti peradaban dan perlengkapan hidup sehari- hari masyarakat Arab di zaman dulu. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Arab Saudi Temukan Ribuan Artefak pada Awal Periode Islam

Di antara temuan arkeologi itu adalah artefak-artefak dari Masjid Usman bin Affan pada abad ke 7 hingga ke 8 sebelum masehi