TEMPO.CO, Jakarta- Peneliti dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Anindito Aditomo menyatakan bahwa untuk menjalankan asesmen kompetensi minimum para guru harus terlebih dahulu mengubah mindset-nya.
"Sebelum keterampilan dan kapasitas itu yang harus diubah mindset. Saya kira ungkapan seperti guru harus menyiapkannya seperti apa, nanti ujiannya kayak gimana dan seterusnya itu menunjukkan kecemasan," ujar Anindito di Perpustakaan Kemdikbud, Jakarta Pusat, Kamis, 19 Desember 2019.
Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memutuskan mengganti UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter mulai 2021. Pemerintah mengklaim sudah merancang dan menguji coba sistem ini.
Dengan adanya kecemasan, Anindito melanjutkan, artinya masih dianggap sebagai beban dan asesmen yang sifatnya ada risikonya.
"Kalau dianggap ada risiko, dampaknya adalah bisa jadi guru dan siswa terdorong untuk melakukan kecurangan. Kalau bisa dicurangi ya nanti dicurangi. Siapa sih yang mau dinilai jelek oleh orang lain. Enggak ada orang yang mau dinilai jelek oleh orang lain," tutur Anindito.
Sebenarnya, Anindito berujar pola pikir yang tepat adalah bukan menyiapkan apa yang perlu guru siapkan untuk asesmen. "Loh jangan seperti itu," katanya. Tidak ada yang harus dipersiapkan untuk asesmen.
"Pertanyaannya adalah apa yang perlu dilakukan guru untuk membuat siswanya lebih pintar untuk membuat mereka tumbuh kembangnya lebih baik," ujar Anindito. "Bukan asesmennya, jadi lupakan saja mau ada asesmen kompetensi minimum, survei karakter apapun yang diukur itu. Nah itu untuk sisi gurunya."
Selain itu, Anindito juga memperingatkan bahwa kementerian jangan khawatir mengenai guru, mengenai asesmen yang dipakai untuk menilai sekolah bagus dan tidak. Jika pola pikir guru sudah positif, kementerian harus mendukung bahwa dengan asesmen kompetensi minimum pendidikan harus lebih baik.
Anggota Dewan Perwarkilan Rakyat Komisi X Hetifah menilai bahwa kunci keberhasilan penggantian Ujian Nasional menjadi Asesmen Kompetensi Minimum tetap ada pada guru di sekolah masing-masing.
"Fokus dan prasyarat kunci keberhasilan itu di guru, oleh sebab itu kita tidak boleh over estimated nih soal kemampuan guru itu. Bukan berarti kita merendahkan akan kemampuan mereka tapi justru kita harus fokus mendorong," ujar Hetifah.