TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Kehati memulai tahap awal untuk Kehati Award 2020. Ajang penghargaan di bidang keanekaragaman hayati ini membidik enam inspirator yang konsisten menawarkan solusi untuk perkembangan lingkungan hidup di masa depan.
Direktur Eksekutif Yayasan Kehati, Riki Frindos, menjelaskan proses ajang Kehati Award 2020 sudah dimulai sejak Desember lalu dan rencananya berakhir pada Juni 2020. “Saat ini adalah tahap pertama, yakni sosialisasi launching Kehati Award 2020,” ujarnya di On Three, Jakarta Selatan, Kamis 16 Januari 2020.
Tahap kedua nanti, Riki menjelaskan, Kehati akan mencari dan mengidentifikasi kandidat yang bisa diikutkan dalam Kehati Award 2020. Seperti tahun-tahun sebelumnya, akan ada enam nominasi yang akan diberikan penghargaan, yakni Prakarsa, Pamong, Inovasi, Cipta, Citra, dan Tunas Kehati.
“Kami mencari para pejuang-pejuang yang belum muncul ke permukaan yang dapat memberikan dampak terkait dengan keanekaragaman hayati,” kata dia.
Proses pendaftaran, Riki menerangkan, dibuka di laman Kehati hingga 31 Maret 2020. Proses seleksi lalu dilakukan mulai dari administratif, seleksi awal, kunjungan lapangan, pemberian pertanyaan, dan terakhir akan ada proses final.
Kehati Award 2020 akan menghadirkan juri dari berbagai latar belakang termasuk dari keanekaragaman hayati, media, dan dari kalangan bisnis. Seorang di antaranya adalah Desi Anwar, seorang presenter berita dan jurnalis senior, yang juga hadir dalam sosialisasi dimulainya proses menuju pemberian penghargaan itu.
“Ini adalah isu yang harus kita angkat. Yang diperlukan adalah aksi dari kita semua untuk menjadi motivasi salah satunya dengan adanya Kehati Award ini,” kata Desi. “Kita harus mengedepankan solusi dan sosok yang menjadi role model atau orang yang bisa menginspirasi dan berdampak pada perubahan kebijakan.”
Pembina Yayasan Kehati, Emil Salim, menjelaskan bahwa Kehati Award merupakan ajang penghormatan bagi individu dan kelompok yang telah berjasa di bidang lingkungan hidup dan pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Menurutnya, menilai keanekaragaman hayati tak mudah karena memiliki indikator tak sejelas pencemaran atau bencana lingkungan.
“Pencamaran bisa kita mengerti, polusi bisa kita mengerti, dan sebagainya, kecuali keanekaragaman hayati. Sehingga patut kita hargai,” kata Emil Salim.