TEMPO.CO, Jakarta - Pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur akan sedikit saja menggunakan lahan gambut. Pemilihan lokasinya telah sejak awal mempertimbangkan penggunaan lahan gambut yang seminimal mungkin.
Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Fuad menjelaskan itu dalam acara Ngobrol Bareng Tempo bertema “Bagaimana Antisipasi Indonesia di Lahan Gambut 2020?” di Cafe Beka Resto, Jakarta Pusat, Rabu 29 Januari 2020. "Sebaik mungkin kami akan meminimalisir penggunaan lahan gambut sehingga tidak ada kerusakan di wilayah itu,” ujarnya
Seperti diketahui, pada Agustus 2019 lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan bahwa ibu kota akan dipindahkan dari Jakarta ke sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Pemerintah juga mengabarkan sudah memiliki lahan seluas 180 ribu hektare di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Tantangannya, kata Nazir, adalah menjaga lahan gambut di sekitar kawasan calon ibu kota baru itu. Jika ada yang terbakar, Nazir mengingatkan, calon ibu kota tak bisa menghindar dari dampak asapnya.
“Itu di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah harus dijaga, karena biasanya kalau sudah musim kemarau itu asapnya dari selatan ke utara dan bisa menuju ke ibu kota baru,” katanya menuturkan.
Badan Restorasi Gambut telah membuat beberapa kajian sejak akhir tahun lalu dan belum selesai. Menurutnya, persoalan yang harus dilihat dari lahan gambut bukan hanya hidrologis atau tata airnya. Tapi juga pembangunan yang akan dilakukan di atasnya. "Mestinya skenario pembangunannya harus berbeda antara gambut dan non gambut"
Guru Besar Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB University) Bambang Hero Suharjo sudah bisa menunjuk potensi munculnya asap yang akan merepotkan ibu kota baru nanti. Dia mengaku akan memaparkannya saat diundang Bappenas untuk membahas mengenai ibu kota baru pada 11 Februari mendatang
“Ini menarik, tanggapan saya adalah di sekeliling lokasi ibu kota baru ada beberapa wilayah yang menjadi sumber potensial munculnya asap. Salah satunya itu di daerah Kutai Kutai Kartanegara,” katanya.
Bambang, kelahiran Jambi 55 tahun lalu, mengaku sudah melakukan investigasi dan melihat adanya peluang dari dampak kebakaran hutan dan lahan gambut tersebut. “Artinya kalau yang seperti itu tidak digarap dengan baik, nah itu yang mengancam. Jadi memang harus ada persiapan,” ujar dia.