TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memerintahkan upaya pemulangan warga Indonesia di Wuhan dan kota-kota lainnya di Cina yang sedang dikarantina terkait wabah virus corona mematikan. Indonesia mengikuti langkah negara-negara lainnya yang sudah mulai memulangkan warganya menyusul pengumuman WHO atas status darurat kesehatan internasional wabah tersebut per Kamis 30 Januari 2020.
"Masih kami proses karena yang ingin evakuasi bukan hanya Indonesia. Tetapi antrean kita sudah di depan," kata Jokowi lewat keterangan tertulis pada Jumat, 31 Januari 2020.
Pada Jumat, sebuah pesawat carteran yang mengangkut lebih dari 350 warga Korea Selatan mendarat di Bandara Internasional Gimpo dekat Seoul. Penerbangan keluar dari Wuhan itu mengikuti pesawat sebelumnya yang terbang ke Amerika Serikat dan juga Jepang membawa warga negaranya masing-masing.
CNN menulis, sejumlah negara lain termasuk Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Kanada sedang merancang penerbangan serupa seiring dengan Wuhan dan sejumlah kota di Provinsi Hubei yang terus dikarantina. Per hari ini, Jumat, isolasi di provinsi berpenduduk hampir 60 juta jiwa itu telah berjalan lebih dari seminggu, dan perjalanan dari hampir setiap kota tersebut dibatasi.
Bagi warga asing yang telah dievakuasi dari Wuhan pun akan menghadapi keharusan karantina sementara begitu mereka mendarat di tanah airnya masing-masing. Ini memicu kontroversi untuk beberapa negara terutama Australia yang berencana menggunakan pusat penampungan imigran di Pulau Christmas sebagai lokasi karantina.
Pusat penampungan tersebut selama ini mendapat publikasi negatif di dalam negeri. Bahkan ada yang menyebutnya kamp untuk penderita lepra. Tak heran sebagian warga Australia yang diwawancarai Radio ABC di Wuhan mengatakan akan memilih bertahan di kota itu ketimbang harus menjalani dua minggu karantina di Pulau Christmas.
Di Pangkalan Udara March di California Selatan, dimana warga Amerika asal Wuhan dievakuasi, Jarred Evans, mengaku bersedia tinggal dan menjalani karantina sepanjang yang dibutuhkan. Dia mengungkapkan kalau Pusat Pengendalian Penyakit AS menyatakan kalau karantina selama 72 jam yang diwajibkan sangat tak berkecukupan.
"Mereka bilang kami tidak diwajibkan untuk meninggalkan lokasi ini setelah 72 jam. Mereka bilang, tinggal selama mungkin di tempat ini adalah pilihan terbaik untuk kami, keluarga kami, dan masyarakat lingkungan sekitar kami," kata Evans.
Di pangkalan udara itu, Evans menikmati suhu udara hangat karena cuaca di Wuhan yang mendekati suhu beku. Meski setiap dari mereka tetap diharuskan mengenakan masker dan mengkonsumsi obat yang rutin diberikan.
"Kami di sini tidak berangkulan dan berpelukan bahagia," kata Evans. "Tapi jujur setiap orang mencoba menyukuri kondisi saat ini setelah apa yang telah mereka alami atau lihat di Wuhan."
CNN