TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman atau Lembaga Eijkman menanggapi informasi iklim menjadi penyebab risiko virus corona di Indonesia rendah.
Menurut Kepala Lembaga Biologi Mokuler Eijkman Amin Subandrio, Eijkman belum memiliki bukti bahwa iklim menjadi faktor penyebaran virus yang disebut 2019-nCoV itu.
Amin tidak pernah mengatakan bahwa iklim memiliki pengaruh. “Yang menyatakan bahwa situasi iklim di Indonesia berpengaruh pada tidak ada kasus virus corona itu bukan saya,” katanya ketika dihubungi, Senin, 3 Februari 2020. Dia menambahkan, “Karena tetangga kita (Singapura dan Malaysia) yang memiliki iklim serupa terpengaruh, jadi kami tidak memiliki bukti.”
Sebelumnya, ahli paru dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Erlina Burhan mengatakan Indonesia memiliki iklim tropis dengan sinar matahari sangat menyengat. “Virus akan mati dalam kondisi panas. Kalau virus corona berada di udara dan kena panas, harusnya mati. Itulah sebabnya risiko di Indonesia lebih rendah,” katanya dalam acara Info Sehat FKUI pada Kamis, 30 Januari 2020.
Hingga saat ini, mengutip laman Asiaone, Otoritas Cina mengkonfirmasi bahwa virus corona, yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina, itu menyebabkan setidaknya 361 korban tewas dan lebih 17 ribu kasus terinfeksi.
Amin yang juga Professor of Clinical Microbiology Universitas Indonesia menambahkan bahwa belum ada juga penelitian yang secara khusus memperlihatkan bahwa iklim di Indonesia tidak menguntungkan virus itu.
“Tapi Indonesia sudah punya kemampuan untuk mendeteksi virus corona secara umum, seperti SARS dan MERS. Jadi jika memang ada virus corona dalam sampel pasien, pasti terdeteksi,” lanjut Amin.