TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Lembaga Biologi Mokuler Eijkman Amin Subandrio menyatakan bahwa Indonesia sudah terbiasa mendeteksi virus corona. “Indonesia sudah punya kemampuan untuk mendeteksi corona, jadi jika memang ada virus corona dalam sampel pasien, pasti terdeteksi,” ujarnya saat dihubungi, Senin, 3 Februari 2020.
Virus corona pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina, pada Desember 2019. Hingga Senin ini, virus yang dijuluki 2019-nCoV itu menyebabkan setidaknya 362 korban tewas, 489 yang sudah terselamatkan. Secara keseluruhan kasus yang terjadi sudah 17.459 dan menyebar di 27 negara.
Amin yang juga Professor of Clinical Microbiology Universitas Indonesia menjelaskan bahwa meskipun virus corona 2019-nCoV baru, tapi Indonesia sudah terbiasa dengan mendeteksi virus corona secara umum, seperti SARS dan MERS.
“Jadi setelah pasien dianggap sebagai suspect, kita perlu mengkonfirmasi dan harus melakukan pengujian. Kami sudah terbiasa melakukan itu, jadi bukan baru-baru ini saja kita melakukan itu,” kata Amin.
Sampai dengan saat ini, masyarakat Indonesia belum ada yang terdeteksi terinfeksi jenis virus yang berasal hewan itu. Dekan FKUI Ari Fahrial Syam menjelaskan dalam acara Seminar Awam dan Media Wabah Coronavirus: Status Terakhir di Indonesia, bahwa belum ada yang terkonfirmasi spesifik terinfeksi 2019-nCoV pada Kamis, 30 Januari 2020. “Sampai hari ini memang yang suspect itu ada, tapi yang terkonfirmasi spesifik saat ini belum ada,” ujarnya di Gedung IMERI FKUI Salemba, Jakarta Pusat.
Lulusan Ilmu Biomedik FKUI itu berharap bahwa tren virus corona cepat selesai, karena sampai dengan hari ini trennya terus bertambah dan meningkat. “Yang menariknya itu angka kematiannya masih kecil. Artinya masih ada yang selamat, kenapa selamat ini biasanya karena daya tahan tubuh,” lanjut dia.