TEMPO.CO, Jakarta - Ahli mikrobiologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra, menegaskan pengaruh faktor lingkungan dan cuaca terhadap daya tahan virus corona dari Wuhan, Cina, dan penularannya. Meski dia tidak bisa memastikan apakah faktor itu yang membuat kasus positif virus mematikan tersebut belum terdeteksi di Indonesia.
"Bisa jadi memang karena belum ada yang tertular virus tersebut. Kalaupun ada, mungkin masih dalam fase inkubasi sehingga belum muncul gejala penyakitnya," katanya saat dihubungi, Senin 3 Februari 2020.
Sugiyono menanggapi pernyataan dari Wakil Ketua Tim Infeksi Khusus di Rumah Sakit Umum Pendidikan dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Anggraeni, bahwa ruang terbuka dengan pergerakan angin yang bebas, relatif lebih aman untuk potensi penularan virus corona. Indonesia juga disebutnya relatif diuntungkan dengan paparan sinar matahari yang lebih banyak sehingga mengurangi potensi penyebaran virus.
Keterangan Anggraeni sejalan dengan yang pernah disampaikan Erlina Burhan dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam sebuah diskusi untuk awam dan media di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat. Menurut pakar paru itu, ada beberapa faktor yang bisa melegakan masyarakat di Indonesia terkait wabah virus corona Wuhan.
Petugas medis menyemprotkan cairan disinfektan pada Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China setibanya di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, Minggu, 2 Februari 2020. Sebanyak 238 orang WNI dari Wuhan, tersebut selanjutnya dipindahkan ke Natuna untuk menjalani observasi selama kurang lebih dua minggu guna memastikan kesehatannya dan terbebas dari virus corona. ANTARA
Erlina mengatakan Indonesia memiliki iklim tropis dengan sinar matahari sangat menyengat. “Virus akan mati dalam kondisi panas. Kalau virus corona berada di udara dan kena panas, harusnya mati. Itulah sebabnya risiko di Indonesia lebih rendah,” katanya
Dalam keterangannya, Sugiyono menyebut virus corona berada dalam kelompok virus berselubung lemak (lipid enveloped). Virus di kelompok ini disebutnya bertahan hidup lebih lama di kelembapan udara (RH) 20%-30%, sedangkan pada penelitian lainnya 40%-70%. Sebagai perbandingan, saat ini RH di Wuhan adalah 50%, sedangkan di Jakarta 87%.