TEMPO.CO, Bandung - Gempa tektonik yang menggoyang Pangalengan dan sekitarnya di Kabupaten Bandung pada Rabu pagi 5 Februari 2020 terjadi seluruhnya sembilan kali dalam 39 menit. “Dari sesar yang belum diketahui namanya,” kata Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), saat dihubungi, Rabu siang.
Menurutnya, sesar lokal itu berada di antara zona Sesar Cimandiri dan Sesar Garsela alias Garut Selatan. “Peristiwa Gempa Pengalengan ini bagi para ahli kebumian merupakan fenomena menarik untuk dikaji, termasuk mengidentifikasi dan memetakan jalur sesar aktif di wilayah ini,” ujarnya.
Gempa pertama Rabu pagi terjadi Pukul 08.31 WIB berkekuatan 2,9 Magnitudo. Selanjutnya pukul 08.39 (M=2,8), kemudian 08.45 (M=2,1). Ketiga gempa itu dinyatakan BMKG sebagai gempa pembuka. “Gempa utamanya pukul 8.47.05 WIB dengan magnitude 3,5,” kata Daryono lewat keterangan tertulis.
Setelah itu ada lima gempa lagi atau susulan dengan kekuatan yang naik turun. Pukul 08.49.12 dan 08.54.27 WIB sama berkekuatan 2,4 Magnitudo, pukul 08.56.37 WIB (M=2,8) pukul 08.56.44 WIB (M=2,3), lalu pukul 09.10.44 WIB (M=1,6).
Kedalaman sumber gempa utama tergolong sangat dangkal yaitu tiga kilometer. Lokasinya pada koordinat 7,23 LS – 107,59 BT. “Tepatnya di darat pada jarak sekitar 5 kilometer arah tenggara Danau (Situ) Cileunca Pengalengan,” ujarnya.
Rangkaian gempa itu dirasakan di Pengalengan, Cibeureum, Purbasari, Kertamanah, Puncakmara, Cicayur, dan Santosa dalam skala intensitas II-III MMI. Warga setempat terkejut karena guncangan gempa yang terjadi secara tiba-tiba.
Getaran gempa itu dirasakan oleh beberapa orang dan benda-benda ringan yang digantung bergoyang hingga terasa di dalam rumah dengan getaran seperti truk yang melintas. Sejauh ini dilaporkan belum ada dampak kerusakan bangunan.