TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok 27 ilmuwan kesehatan masyarakat dari sembilan negara di luar Cina mengecam makalah ilmiah yang menyatakan virus corona COVID-19 kemungkinan menyebar dari laboratorium di Wuhan, Cina. Menuliskan pernyataan di situs online The Lancet, mereka menyebutnya sebagai disinformasi atau hoax yang kontraproduktif dalam penanggulangan wabah virus itu.
"Pembagian data yang cepat, terbuka, dan transparan tentang wabah ini sedang diancam oleh rumor dan informasi yang salah seputar asal-usulnya," bunyi pernyataan itu seperti dikutip Sciencemag.
Para ilmuwan itu menanggapi banyaknya unggahan di media sosial yang meminta laboratorium milik Institut Virologi Wuhan diawasi superketat. Spekulasi yang diembuskan adalah virus itu produk rekayasa hayati. Seorang pekerja laboratorium lalu terinfeksi saat menangani kelelawar dan menularkan penyakit ke orang lain di luar laboratorium.
Senator Amerika Serikat, Tom Cotton, termasuk yang meminta Pemerintah Cina memberi bukti kalau virus tidak berasal dari laboratorium itu. Cotton mengaku tak punya bukti atas keterkaitan virus mematikan tersebut dengan laboratorium itu. "Namun, karena pihak Cina tidak jujur sejak awal, kami perlu setidaknya mengajukan pertanyaan untuk melihat apa yang dikatakan bukti," katanya kepada Vox News.
Para peneliti, dalam surat pernyataan, menegaskan kembali adanya hubungan dekat virus corona itu dengan kelelawar liar. "Kami berdiri bersama untuk mengecam keras teori konspirasi yang menyarankan bahwa COVID-19 tidak memiliki asal alami," bunyi pernyataan itu.
Para penulis pernyataan mencatat, para ilmuwan dari beberapa negara yang telah mempelajari SARS menyimpulkan, COVID-19 ini berasal dari satwa liar. Ini juga seperti banyak virus lain yang baru-baru ini muncul pada manusia.
"Teori konspirasi tidak melakukan apa pun selain menciptakan rasa takut, rumor, dan prasangka yang membahayakan kolaborasi global kita dalam perang melawan virus ini," kata pernyataan itu.
Peter Daszak, presiden EcoHealth Alliance di New York City, termasuk penandatangan pernyataan itu. Dia menyatakan telah bekerja sama dengan peneliti di Institut Wuhan yang mempelajari virus corona kelelawar.
Menurutnya, berada di tengah era informasi media sosial yang salah dan teori konspirasi, memiliki konsekuensi nyata, termasuk ancaman kekerasan yang terjadi pada rekannya di Cina. "Kami punya pilihan apakah mendukung kolega yang diserang dan diancam setiap hari oleh ahli teori konspirasi atau hanya menutup mata," katanya.
Daszak, yang juga ahli ekologi penyakit, menambahkan, "Saya bangga bahwa orang-orang dari 9 negara dengan cepat membela mereka dan menunjukkan solidaritas, karena bagaimanapun, kita berhadapan dengan kondisi wabah yang mengerikan."
SCIENCEMAG | VOX NEWS | SCIENCE INSIDER