TEMPO.CO, Bandung - Ahli dan peneliti longsor dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),Adrin Tohari, mencemaskan pemasangan sheet pile di lokasi longsor di sisi jalan tol Cipularang KM 118. Barisan rapat tiang beton itu dipasang di lokasi yang disebut Adrin sebagai mahkota longsoran.
“Jadi saya khawatir, pemasangan sheet pile itu akan menyebabkan kenaikan air di dalam tubuh timbunan sehingga malah bisa memicu longsoran baru ke arah badan jalan tol,” katanya, Jumat 28 Februari 2020.
Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tengah melakukan penanganan longsor di KM118+400 Tol Cipularang atau Purbaleunyi. Longsor yang mengancam badan jalan tol itu terjadi dua pekan lalu.
Direktur Jalan Bebas Hambatan dan Perkotaan Hedy Rahadian mengatakan di laman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bahwa dampak longsor paling mengancam berada di jalur B atau ke arah Jakarta. “Karena longsor berjarak 3,7 meter dari tepi bahu jalan tol,” ujarnya.
Bermaksud menjaga badan jalan, Ditjen Bina Marga lalu memasang sheet pile di lokasi tersebut. Pemasangan dimulai Kamis 20 Februari lalu dengan lama pengerjaan sekitar 10 hari. Selain itu pihaknya akan melakukan penanganan permanen dengan melakukan rekonstruksi yang memakan waktu sekitar satu bulan.
Menurut Hedy, kondisi tanah yang longsor kini sudah menjadi lumpur dan disebut mud flow atau lumpur yang bergerak karena penjenuhan air. Rencananya, kementerian akan merekonstruksi dari bagian bawah untuk penimbunan. “Kita juga cek secara teknis, kalau tidak cukup aman akan dilakukan perkuatan dengan retaining structure, apakah sheet pile atau bore pile sampai ke atas,” kata dia.
Adrin Tohari mengatakan pemasangan sheet pile bisa menyebabkan aliran air di kaki lereng timbunan terbendung. Alasannya karena pemasangan sheet pile itu harus rapat atau saling mengunci.
Menurutnya perlu beberapa langkah sebelum pemasangan sheet pile itu. Pertama analisis aliran air tanah di bawah timbunan badan jalan tol KM 118. Dari hasil pantauan Adrin dan timnya pasca longsor di sana banyak mata air di lereng yang ambrol. “Mata air ini berasal dari aliran air dari lereng di daerah persawahan sisi jalan tol ke Padalarang,” katanya.
Langkah kedua membuat konstruksi drainase bawah permukaan di lereng yang longsor untuk mencegah kenaikan muka air di bawah timbunan badan jalan saat musim hujan lebat. Tahap ketiga, katanya, baru dilakukan penimbunan ulang dengan pemadatan di lereng yang longsor ditambah dengan perkuatan struktural di kaki lereng.
Foto tanah longsor dan kubangan di dua sisi Jalan Tol Cipularang Km 118+600 yang beredar di media sosial baru-baru ini. PT Jasa Marga (Persero) Tbk menyebut gambar berasal dari kejadian pada 11 Februari 2020 dan memastikan telah melakukan perbaikan dan antisipasi setelahnya sehingga jalan tol aman dilalui. Istimewa
“Nah perkuatan struktural ini jangan menggunakan struktur yang bisa menahan aliran air di lereng, seperti sheet pile,” ujarnya. Konstruksi tiang pancang atau bor pile menurutnya lebih baik karena pemasangan tiang pancang dan bor pile itu berjarak dan tidak saling menempel rapat.
Pemasangan sheet pile di gawir atau lereng longsoran, sebaliknya, bisa menyebabkan ketidakstabilan baru karena aliran air di dalam timbunan jalan tol tertahan. “Kalau terjadi kegagalan sheet pile akibat kenaikan tekanan air di bawah timbunan, maka jalan tolnya bisa ambles dan bergeser,” katanya.
Peristiwa longsor di Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, itu terjadi Selasa malam, 11 Februari 2020 pukul 21.00 WIB. Laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat menyebutkan longsor itu mengakibatkan seorang warga luka ringan.
Selain itu enam unit rumah warga rusak berat sementara 80 rumah lainnya yang dihuni 240 orang terancam kena longsor. Longsor juga berdampak pada lahan pertanian sawah sekitar 3 Ha, enam kolam ikan, pipa saluran air bersih sepanjang 1500 meter dan menyebabkan aliran listrik terputus.