TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Tim Pencegahan dan Kewaspadaan COVID-19 Universitas Padjadjaran Irvan Afriandi menanggapi spekulasi kalau pemerintah sedang menerapkan herd immunity dalam penanggulangan wabah COVID-19. Spekulasi yang viral dan cukup hangat menjadi perbincangan di grup-grup percakapan ini berisi penilaian seolah-olah penanggulangan hanya mengandalkan kekebalan tubuh individu untuk bisa menghentikan penularan virus.
Irvan mengatakan, seperti apa pun intervensi yang dilakukan terhadap pandemi COVID-19 saat ini, herd immunity adalah suatu hukum alam yang akan terjadi. Dia menjelaskan herd immunity sebagai kekebalan bersama yang terbentuk dari individu-individu yang memiliki kekebalan terhadap suatu infeksi secara alami tanpa vaksin.
Ketika jumlah mereka mencapai proporsi tertentu dari suatu populasi, maka peluang terjadinya infeksi di populasi tersebut akan menurun. Tantangannya, kata Irvan, adalah seberapa cepat bisa tercapai ambang minimum yang akan efektif melindungi masyarakat luas itu.
“Dan peran untuk mempercepat tercapainya ambang minimum herd immunity tidak sepenuhnya berada di tangan pemerintah, tapi ada peran dari prilaku masyarakat juga,” ujarnya, Selasa 24 Maret 2020.
Dosen di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unpad itu memberi ilustrasi dengan upaya distribusi vaksin dari suatu penyakit oleh pemerintah. Jika masyarakat tidak menggunakan atau mengakses vaksin itu maka pencapaian ambang minimum herd immunity akan lambat.
Selain vaksinasi, dia menambahkan, “Yang nggak kuat imunnya harus dikuatkan dengan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat." Irvan menunjuk kebiasaan makan yang bergizi dan seimbang, istirahat atau tidur yang memadai, berolah raga, serta tidak merokok.
Bagi kalangan yang berdaya tahan rendah atau terganggu perlu dilindungi dengan menghindari paparan terhadap yang terinfeksi. Pada kasus COVID-19, ini dianjurkan dilakukan lewat physical distancing. “Dengan asumsi siapapun berpotensi sebagai agen penular termasuk orang yang tampak sehat tak bergejala.”
Istilah herd immunity, menurut Irvan, dipopuler lewat tulisan Topley dan Wilson melalui artikel The spread of bacterial infection, the problem of herd immunity yang dipublikasikan pada Journal of Hygiene pada 1923. Saat itu wabah penyakit memunculkan pertanyaan kenapa pada populasi tertentu tidak mengalaminya.
"Lalu dilakukan pengukuran kekebalan individu pada populasi yang mengalami wabah dan dibandingkan dengan kekebalan individu pada populasi yang tidak mengalami wabah," katanya menjelaskan.