TEMPO.CO, Bandung - Alat uji cepat atau rapid test kit telah mulai digunakan untuk memetakan penularan virus corona COVID-19 di sejumlah daerah dan rumah sakit. Penggunaannya disertai pro dan kontra karena alat uji bekerja hanya dengan mendeteksi antibodi pasien, bukan genetik virus yang lebih pasti.
Di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, rapid test kit itu digunakan pertama-tama untuk memeriksa 300-an pegawai rumah sakit yang dinilai berisiko tinggi pada Rabu 25 Maret 2020. Mereka terdiri dari dokter penyakit dalam, anastesi, THT, anak, serta para perawat di ruang isolasi dan intensif, dan tenaga kesehatan lain.
"Selain itu para petugas administrasi, pengemudi, cleaning service dan satpam yang berada di Ring 1 penanganan Covid-19," kata Direktur Medik dan Keperawatan RS Hasan Sadikin Nucki Nursjamsi Hidajat.
Para dokter, perawat, dan lainnya itu dipanggil satu-satu masuk ruangan tes. Setelah mengisi formulir data diri, peserta duduk di kursi lalu ujung jari tangannya ditusuk jarum hingga berdarah.
Dari video dokumentasi RS Hasan Sadikin Bandung, darah yang keluar kemudian diambil oleh semacam cotton bud oleh petugas bersarung tangan karet. Sampel darah itu lalu ditempelkan di lubang kecil alat kit penguji. Setelah itu petugas meneteskan cairan penguji sampel di sebuah lubang kecil lainnya.
Pengambilan sampel darah pada rapid test COVID-19 di RS Hasan Sadikin Bandung Rabu 25 Maret 2020. FOTO/Dok.RSHS
Selesai proses kurang dari satu menit itu peserta keluar ruangan dan menunggu hasilnya pengujian selama 15 menit. Seorang peserta tes, Kiki Permatasari, mengatakan alat uji cepat itu hanya punya dua hasil, negatif atau positif Corona.
“Kalau boleh pulang artinya negatif,” kata petugas bagian informasi di Gedung Instalasi Rawat Jalan RS Hasan Sadikin Bandung itu.
Nucki menerangkan, tes cepat memeriksa protein dalam darah sebagai antibodi dari orang yang sudah terpapar virus. Biasanya, kata Nucki, orang yang positif terinfeksi baru akan terdeteksi lewat antibodinya setelah sekitar 7 hari. “Jika baru 1-2 hari akan keluar negatif palsu,” katanya.
Meskipun begitu tes cepat dinilainya cukup untuk saringan awal dan menekan penyebaran COVID-19. Tes cepat ini berbeda dari uji apus (swab) yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dengan menggunakan metode PCR. "Pemeriksaan itu paling akurat dengan pengambilan apus di permukaan langit-langit atas maupun hidung," katanya menjelaskan.